Kerap Merugi, Juragan di Karangsong Terpaksa Jual Kapal
“Jadi dalam kondisi pandemi Covid-19, harga ikan turun, pemasaran dan ekspor tersendat, ditambah harga BBM naik, harga perbekalan naik dan PNBP naik, nelayan saat ini sebenarnya menjerit,” paparnya.
Kajidin yang juga Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT) berharap, pemerintah terutama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bisa berpihak pada nasib nelayan. Karena selama ini nelayan telah memberikan kontribusi yang besar pada negara.
Disampaikan, khusus di Karangsong dimintanya ada perhatian lebih dari pemerintah untuk membenahi kondisi pelabuhan setempat. Apalagi produksi ikan yang dihasilkan para nelayan Karangsong sangat tinggi.
Sebagai contoh, pada Oktober 2021 hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI) Karangsong mencapai rata-rata 50 ton per hari.
“Besaran produksi itu setara dengan nilai sekitar 900 juta per hari. Nilai itu jauh lebih besar dari pelabuhan lainnya, termasuk yang berstatus pelabuhan perikanan nusantara,” ucapnya.
Sedangkan bentuk minimnya perhatian pemerintah pada pelabuhan maupun kebutuhan nelayan di Karangsong tersebut, salah satunya adalah yang menyangkut pengerukan muara.
Untuk melakukan pengerukan pun, para pemilik kapal harus mengeluarkan sendiri biayanya sekitar Rp1,5 miliar per tahun.
“Kita prihatin, kontribusi yang kita berikan full, tapi perhatian yang diberikan pemerintah tidak full,” pungkasnya. (tar)
Sumber: