Atin Sriyatin, Perempuan Produktif Meski Fisik Tak Sempurna; Pernah Dilarang Sekolah, Malah Dapat Beasiswa

Atin Sriyatin, Perempuan Produktif Meski Fisik Tak Sempurna; Pernah Dilarang Sekolah, Malah Dapat Beasiswa

RAKYATCIREBON.ID - Di tengah keterbatasan fisiknya, Atin Sriyatin (33) warga Desa Lamejajar, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka berusaha kreatif mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Bahkan, bisa membantu pekerjaan suami sebagai tukang jahit. Padahal, kedua tangannya tanpa jari.

Ditemui di rumahnya, Atin tengah memasang kancing baju pesanan konsumen hasil jahitan suaminya. Dengan kedua tangan yang tanpa jari, dia tetap terampil memasang kancing dan memasukan benang ke jarum tangan. Hanya butuh beberapa menit untuk memasang seluruh kancing baju.

Cara memasukan benang ke jarum, dia berusaha menjepit gulungan benang dengan kedua lututnya sambil duduk bersimpuh. Jarum yang akan digunakan ditusukan ke gulungan benang yang ada di lututnya.

Setelah itu, baru benang dimasukan ke lubang jarum. Dia pun mampu menggunting benang dengan kedua tangannya dengan terampil, tanpa bantuan suaminya.

Setelah itu, dia meletakan kancing baju di posisi seharusnya. Baru dia memulai memasang kancing dengan menusukan  jarum  ke lubang kancing hingga selesai. Dia pun berusaha menyetrika pakaian yang sudah selesai dijahit dan dipasang kancing. Kemudian merapikannya sesuai lipatan baju, layaknya orang yang memiliki organ tubuh dengan sempurna.

Dalam kesehariannya, dia mencuci pakaian semua anggota keluarganya dengan manual. Menggilas baju, membersihkannya tanpa mengalami hambatan apapun, dan hasil cuciannya bersih.

Atin yang lulusan SMA 2 Majalengka, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan berusaha untuk terus belajar. Bahkan menurut Atin, begitu lulus SMA tahun 2007 lalu, dia diajak kakaknya untuk bekerja di Palimanan menjahit payet baju pengantin selama dua tahunan. Namun majikannya berhenti membuat baju pengantin hingga dia pun berhenti bekerja.

“Waktu itu saya ingin terus bekerja, namun sulit mencari pekerjaan seperti saya. Suatu saat ada yang menawari bekerja sebagai asisten rumah tangga di Cikarang. Saya pikir daripada nganggur, akhirnya saya menjadi ART di Cikarang,” ungkap Atin, Rabu (18/8).

Tiga tahun dia menjadi ART di Cikarang di dua keluarga. Pagi hingga sore bekerja di rumah majikan yang pertama, malamnya dia bekerja di tempat lain juga sebagai asisten rumah tangga. Menjelang tengah malam baru pulang kembali untuk tidur.

“Saya bekerja di dua keluarga. Pagi hingga sore di rumah majikan yang pokok. Malamnya bekerja di tempat lain atas seizin majikan. Bekerja malam karena waktu itu gaji tidak dibayar bulanan. Hanya saat mau pulang kampung, gaji baru dibayar. Sementara saya butuh jajan punya kebutuhan lain untuk kepentingan pribadi juga. Jadi untuk jajan dan kebutuhan pribadi bulanan saya peroleh dari kerja malam hari, nyetrika, bersih-bersih dan lain-lain, Alhamdulillah semua pekerjaan selesai walaupun di dua rumah,” ungkap Atin yang mengaku mendapat gaji Rp300.000 per bulan dan dari kerja malam hari mendapat gaji Rp150.000 per bulan.

Di tempat kerja di Cikarang tersebut, dia bertemu dengan suaminya saat ini, M Yusuf asal Sukabumi yang menjadi tukang jahit di sebuah tempat konveksi. Dari pertemuannya selama beberapa bulan, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Setelah menikah mereka memilih tinggal di Lamejajar tempat kelahiran Atin dan membuka jahitan pakaian. Uang hasil kerja di Cikarang mereka belikan sebuah mesin jahit dan mesin obras. Mereka pun mulai merintis usaha jahitan melalui FB dan membuka jahitan di rumah.

“Sempat ngontrak kamar Rp500.000 sebulan. Tapi akhirnya kembali ke rumah orang tua. Kini rumah orang tua disekat,” ungkap Atin.

Kini Atin dan Yusuf tinggal di rumah berukuran kurang lebih 2,5 m X 7 m. Rumah sederhana dengan satu kamar tidur, dapur, tempat jahit dan ruang tamu dengan posisi memanjang.

Sumber: