Angka Putus Sekolah di Kabupaten Majalengka Masih Sangat Tinggi
Ia pergi dari daerah ke daerah untuk mencari orang yang bisa memberikan pekerjaan dan makan agar bisa tetap belajar dan membaca.
Ia mengaku membawa tas yang beratnya sekitar 30 kg. Isinya kamus bahasa Inggris dan bahasa Arab, di samping pakaian. Ternyata tak gampang mencari orang yang bisa menerima dan memberi makan.
Sampai akhirnya ia kembali lagi ke Surabaya dan Sidoarjo. Karena semangat untuk mencari ilmu terus membaja ia akhirnya menjadi kuli bangunan.
“Saya menjadi kuli bangunan selama dua bulan agar bisa mendapatkan uang untuk daftar kuliah,” tuturnya.
Bahkan sebelumnya ia sempat mau jual rokok di terminal Joyoboro Wonokromo Surabaya. Namun ia batalkan karena malu takut ketemu teman-teman sesama siswa SMA-nya. Saat itu ia juga mengaku tak punya ijazah SLTA.
“Saya pakai ijazah swasta, buat sendiri di pondok,” kata Kiai Asep disambut tawa yang hadir. “Karena buat sendiri nilainya 9 semua,” tandasnya.
Namun saat ujian masuk kuliah ia paling banyak materi ujinya. “Karena ijazahnya swasta,” katanya. Meski demikian Asep bisa menjawab semua karena memang dikenal pintar.
Namun meski sudah berstatus mahasiswa Kiai Asep tak ada yang mau dimakan. “Apa yang mau dimakan besok belum tahu,” katanya.
Ia mengaku berkali-kali jatuh karena kelaparan. Namun ia tak pernah menyerah. Ia punya cita-cita besar.
“Kalau anak-anak bapak dan ibu soal makan kan tak ada masalah, yang mau dimakan kan sudah ada,” kata Kiai Asep memberikan motivasi. “Bahkan sekolah gratis,” tambahnya.
Karena itu dia minta agar kesempatan belajar gratis itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.(hsn)
Sumber: