Di Depan 927 Wisudawan, Rektor Paparkan Integerasi Ilmu
RAKYATCIREBON.ID – IAIN Syekh Nurjati Cirebon menggelar Wisuda Sarjana dan Magister XXII bagi 927 mahasiswa. Wisuda digelar dua sesi di Ballroom Swiss-Belhotel Cirebon, Rabu-Kamis (24/25/3).
Sesi pertama diikuti wisudawan 529 dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Sementara di sesi kedua wisuda digelar bagi wisudawan dari Fakultas Ushuluddin Adab Dakwah (FUAD), Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) dan Program Pascasarjana.
Dalam pidatonya, Rektor IAIN Cirebon, Dr H Sumanta Hasyim MAg menyampaikan, IAIN Cirebon menggadang integerasi ilmu antara ilmu agama dan sains. Proses integrasi ilmu agama dan ilmu umum tersebut harus mampu menawarkan muatan nilai kearifan budaya lokal (local wisdom) yang merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang universal.
“Karena bagaimanapun hubungan Islamic Science dan Dirasah Islamiyah yang integratif memiliki konsekuensi dan implikasi berupa perluasan akses pendidikan ilmu keagamaan sekaligus penyelenggaraan pendidikan yang mampu menjabarkan nilai-nilai universal Islam,” paparnya.
Kemudian, lanjut Sumanta, hal inilah yang kemudian menjadi spirit transformasi kelembagaan IAIN Cirebon. Bahkan, dalam mewujudkan hal tersebut, IAIN Cirebon mengupayakan rekonstruksi paradigma keilmuan yang multidisipliner dengan menjadikan agama sebagai basis ilmu pengetahuan.
“Tujuannya, IAIN Cirebon mampu mengembangkan bukan sekadar proses pendidikan searah, tetapi proses pendidikan multidimensi yang mampu menyeimbangkan antara akal dan wahyu sehingga mampu mewujudkan pengembangan spiritual, intelektual, dan sosial dari seluruh sivitas akademika IAIN Cirebon,” jelasnya.
Menurutnya, transformasi kelembagaan IAIN Syekh menjadi UIN harus dibarengi dengan semangat pembangunan lembaga pendidikan integratif sebagai tataran operasional pendidikan yang mampu mengintegrasikan ajaran yang bersumber dari ayat qauliyah dengan ayat qauniyah secara utuh.
“Selanjutnya, proses integrasi keilmuan di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dapat dirumuskan dengan mengedepankan tiga aspek, yaitu turats, manhaji, dan ma’rifah atau nadzariyah,” terangnya.
Sumanta memaparkan, pada tataran implementasi ketiga aspek tersebut harus mampu untuk saling melengkapi satu dengan yang lain. Aspek turats dibutuhkan dalam proses integrasi keilmuan di IAIN Cirebon sebagai basis ontologis dalam penggalian sekaligus pengembangan kajian keilmuan bagi seluruh sivitas akademika IAIN Cirebon.
“Sementara aspek manhaji menjadi model penguatan kajian keilmuan sebagai basis
epistemologis dalam pelaksanaan integrasi keilmuan di IAIN Cirebon,” katanya.
Selanjutnya, masih kata Sumanta, aspek ma’rifah dan nadzariyah merupakan basis aksiologis integrasi keilmuan di lingkungan IAIN Cirebon. Pasalnya, menurut dia, integrasi keilmuan antara agama (Islamic Studies/Dirasah Islamiyah) dan umum (Islamic science) bukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan.
“Namun mengingat bahwa semua keilmuan lahir dari basis ontologis, epistemologis dan aksiologis dan ternyata basis keilmuan Islam dan umum berbeda, maka perlu diperlukan paramater-parameter tertentu sehingga tercapai tujuan-tujuan tersebut,” jelasnya.
Namun, kata Sumanta, untuk mencapai hal tersebut tidak cukup dengan memberi justifikasi ayat Al-Quran pada setiap penemuan dan keilmuan, memberikan label Arab atau Islam pada istilah-istilah keilmuan dan sejenisnya.
Sumanta mengungkapkan, hal ini pun mampu dilihat bagaimana universitas menyahuti kebutuhan masyakarat serta mampu menjawab sebuah tantangan dengan basis keilmuan yang multidisipliner. Untuk itu, transformasi merupakan suatu perubahan secara kualitatif baik itu secara struktur, sifat dan bentuk.
Sumber: