Guru Besar Fakultas Kedokteran UNDIP Kirim Surat Terbuka ke Menteri Kesehatan, Begini Isi Suratnya
RAKYATCIREBON.ID-Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof. dr. DR. Zainal Muttaqin, Sp.BS PhD mengirimkan surat terbuka untuk Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, Selasa (13/10/2020).
Dalam surat terbuka bertajuk \"Terawan oh Terawan\" itu, secara garis besar Zainal mengkritisi kinerja Terawan dalam penanganan Covid-19.
Mulai dari sikap seolah-olah menyepelekan penyebaran Covid-19 di awal kasus merebak, hingga penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) 24 tahun 2020 yang dinilai membuat kekisruhan petugas dalam melakukan penanganan Covid-19.
Berikut isi lengkap surat terbukanya:
\"Terawan Oh Terawan\"
Ada sebuah kalimat bijak: \"Di saat anda tidak bisa memperbaiki keadaan, paling tidak janganlah berbuat sesuatu yang akan memperburuk dan memperkeruh keadaan\". Terkait dengan carut marutnya persoalan menghadapi dan mengatasi pandemi COVID-19 ini, mulai dari perbedaan data korban mati sampai saling bertolak belakangnya kebijakan antara pusat daerah dan antar kementerian, Kementerian Kesehatan haruslah menjadi wajah dari kehadiran negara dan pemerintah yang menjadi ‘komandan lapangan’ di medan laga pertempuran melawan COVID-19.
Masih terbayang di benak ingatan kita, saat COVID-19 ini mulai masuk ke beberapa negeri tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia, alih-alih memimpin di lapangan, komandan Terawan bahkan abai dan terkesan menyepelekan ancaman wabah yang ada di ambang pintu, atau mungkin sudah mulai masuk tanpa terdeteksi.
“Jangan Panik, Jangan Resah, Enjoy saja, ya Harvard suruh ke sinilah untuk melihat, kan virusnya ringan-ringan saja, Batuk Pilek itu kematiannya lebih tinggi dari virus Corona ini, memang ini akan sembuh sendiri, Corona ini tidak seganas Flu Burung, dengan mortality yang lebih rendah”, semua ini adalah ucapan sang ‘Komandan Lapangan’ di depan media resmi.
Sikap seorang komandan yang abai dan menyepelekan perang melawan COVID-19 inilah yang secara langsung menyebabkan gagap dan terlambatnya respons seluruh pasukan di lapangan dalam peperangan ini.
Saat ini kita sudah memasuki bulan kedelapan sejak pertama kali virus ini resmi masuk ke Indonesia. Belum lagi tampak tanda-tanda terkontrolnya wabah ini, bahkan sebaliknya penularan semakin tinggi dan penyebaran semakin luas, dengan jumlah kasus terkonfirmasi lebih dari 303 ribu, dengan kematian lebih dari 11.151 orang (Gugus Tugas, s/d 4 Oktober 2020). Di sisi lain kapasitas rumah sakit untuk mengelola dan mengobati 20% pasien yang bergejala sedang sampai berat sudah hampir terlampaui, dengan dampak angka kematian Tenaga Kesehatan yang cukup tinggi, bahkan proporsinya tertinggi di dunia.
Dari awal Pandemi COVID-19, WHO sudah mengingatkan tentang pentingnya 3 T (Test, Tracing, dan Treatment) sebagai senjata ampuh yang dianjurkan dalam perang melawan COVID-19.
Semua ilmuwan sepakat bahwa test yang diperlukan adalah Test Swab PCR, bukan Rapid Test (antibodi) yang angka Positif Palsu maupun Negatif Palsu nya lebih dari 30%.
Lagi-lagi tanpa alasan yang terbuka dan jelas, pendapat sains ini ditelikung dan dibungkam dengan mengimpor sebanyak-banyaknya test Rapid, bukannya PCR.
Bahkan sampai saat memasuki bulan kedelapan perang menghadapi Pandemi ini, kapasitas test kita belum bisa mencapai yang dianjurkan WHO yaitu 1 test per 1000 penduduk dalam 1 minggu, atau 1000 test per 1 juta penduduk dalam 1 minggu.
Sumber: