Generasi Sultan Sepuh III, Raden Heru Rusyamsi Arianatareja: Luqman Bukan Nasab Kanjeng Sunan Gunung Jati
RAKYATCIREBON.ID-Sejarah peteng (gelap) Cirebon yang tertutup rapat sekitar 200 tahun akan diungkap. Dalam sebuah kesempatan, Pangeran Hempi Raja Kaprabon mengungkapkan pada masa penjajahan Belanda, sejarah yang berkaitan dengan perpecahan di Kesultanan Cirebon itu memang tidak boleh dibuka. Sementara pada masa Orde Baru, pengungkapannya juga terkendala ewuh pakewuh lantaran menyangkut cerita aib.
Padahal pengungkapan sejarah itu penting untuk mendudukkan persoalannya secara benar. ”Saya hanya membuka. Kita hanya melihatnya dari segi akademis. Kalau yang salah, ya salah. Yang benar, ya benar,” katanya kepada Harian Rakyat Cirebon, Rabu (12/8).
Soal sejarah peteng itu termasuk yang disinggung dalam disertasi Hempi yang berjudul ”Dinamika Keraton Kaprabonan Cirebon Sejak Masa Kolonial Hingga Masa Republik Indonesia (1696-2015)”.
Sumber sejarah yang bisa dipercaya tentang sejarah peteng memang belum banyak diungkap. \"Sejarah peteng ini bukan lagi menjadi rahasia umum. Oleh karena seluruh masyarakat semua mengetahui akan cerita ini, filolog pun sering membahas mengenai sejarah peteng ini. Sejarah peteng bagi saya merupakan sebuah cerita pilu mengenai leluhur saya,\" ungkap Pangeran Kuda Putih kepada Harian Rakyat Cirebon, di sela-sela pertemuan dengan Pangeran Hempi Raja Kaprabon, Rabu (14/08).
Menurut pria yang akrab disapa PKP, cerita ini dahulunya sering menjadi sebuah cerita tidur yang seringkali diceritakan oleh orang tua dan kakeknya. Tetapi selama perjalanan hidup, imbuh Pangeran Kuda Putih, cerita ini tersambung dengan cerita sejarah yang berada di Cirebon. \"Bukan hanya di Cirebon saja, bahkan saudara-saudara kita didaerah lain juga paham sejarah ini dari orang tuanya. Cerita ini bukanlah cerita fiksi yang sering dibantah oleh pihak almarhum Sultan Arif,\" jelas Ketua Umum Santana Kesultanan Cirebon ini.
Cerita sejarah peteng ini, imbuh dia, adalah sejarah pilu Sultan Sepuh V Safiudin Matang Aji yang dibunuh secara keji, yang dilakukan oleh Ki Muda (Hasanudin yang menjadi Sultan Sepuh VI) yang berkerja sama dengan kolonial belanda.
\"Keterkaitan Pangeran Aria Natareja pada peristiwa itu adalah beliau yang menyelamatkan surat-surat penting rumah keluar keraton. Terutama kitab Rancang Bangun Keraton Pakungwati yang sekarang dipegang oleh keluarga besar PKP yang bermarga Aria Natareja,\" katanya sambil menunjukkan Kitab Milik Keluarga Besar Pangeran Aria Natareja sebagai salah satu bukti terjadinya sejarah peteng.
Saat disinggung latar belakang acara Silaturahmi akbar keturunan Syech Syarif Hidayatullah dan Syech Haji Abdullah Iman (Pangeran Cakrabuana), Jumat (14/8). Pangeran Kuda Putih dengan tegas menyatakan dirinya membuat acara silaturahmi Akbar Seluruh Dzuriah Kanjeng Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan hari Jumat 14 Qgustus 2020 adalah ingin bersilaturahmi sesama Dzuriah. \"Kedua kami ada moment ingin pelurusan sejarah mengenai sejarah peteng yang selama ini tertutup. Ketiga, membuka tabir kepada khalayak luar bahwa pemangku tahta keraton Kasepuhan merupakan bukan nasab dari Kanjeng Sunan Gunung Jati,\" tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, dalam pelurusan sejarah ini, menolak akan penobatan saudara Lukman menjadi Sultan Sepuh XV, dan menuntut tahta asli Keraton Kasepuhan dikembalikan kepada yang haq turunan dari Kanjeng Sunan Gunung Jati.
\"Dikarenakan berdasarkan sejarah dan kajian filolog, Luqman adalah bukan nasab Kanjeng Sunan. Jika bukan nasab maka bukan pewaris. Ketika bukan pewaris maka tidak bisa mengambil tahta serta menikmati aset leluhur kami. Karena bicara nasab itu tidak bisa main cantol saja. Pertanggungjawaban nasab ini urusannya bukan kepada manusia tetapi kepada Alloh,\" pungkasnya. (wb)
*Artikel ini sudah tayang di Harian Rakyat Cirebon, 12 Agustus 2020, dan sekaligus ralat terkait penulisan \'Hasanudin yang menjadi Sultan Sepuh V\', yang seharusnya \'Hasanudin yang menjadi Sultan Sepuh VI\'
Sumber: