Tidak Kalah dari Kartini, Mengenal Sosok Rahmah El-Yunusiyah

Tidak Kalah dari Kartini, Mengenal Sosok Rahmah El-Yunusiyah

Rahmah El Yunusiyah memang sosok pejuang emansipasi perempuan yang gigih. Sekolah Diniyah Putri yang didirikannya tidak hanya memiliki murid yang seluruhnya siswi, tenaga pengajarnya pun semuanya wanita. Ia bertekad meruntuhkan anggapan yang seringkali menganggap lemah kaum hawa.

Bahkan, saat penggalangan bantuan untuk kembali membangun gedung sekolahnya yang roboh akibat gempa, Rahma menolak bantuan tenaga laki-laki. \"Golongan putri,\" ungkapnya seperti dikutip Hamka, \"akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya sampai ke tanah tepi, tenaga putri tidak sanggup lagi menyelamatkan pencalang itu\" (hlm. 276).

Selepas gempa, murid-murid Diniyah Putri diungsikan dan bersekolah di kelas darurat. Sementara Rahmah dan rekan-rekan perempuannya berkeliling mencari dana hingga ke luar Sumatera Barat. Pada kesempatan itu, Rahmah juga terus mengkampanyekan betapa pentingnya pendidikan untuk anak-anak perempuan. Dari situlah namanya semakin terkenal.

Rahmah juga melakukan studi banding ke berbagai daerah di Jawa dan negeri-negeri tetangga, termasuk Pinang, Terengganu, Johor, Negeri Sembilan, Selangor, Perak, Pahang, Kelantan, hinga Kedah. Ia pernah pula berkunjung ke Kesultanan Siak Sri Indrapura di Riau. Kebetulan, permaisuri Sultan Syarif Kasim II, Syarifah Latifah, juga punya sekolah perempuan bernama Latifah School.

Sementara itu, Madrasah Diniyah School semakin besar saja. Dalam catatan Junaidatul Munawaroh, jumlah muridnya mencapai 400 orang pada 1935. Di tahun yang sama, sekolah ini membuka cabang di Betawi, yakni di Kwitang dan Tanah Abang. Kelak, pada 1950, dibuka dua kelas lagi di Rawasari dan Jatinegara (hlm. 19).

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidik perempuan, Rahmah El Yunusiyah mendirikan sekolah pendidikan guru bernama Kulliyatul Muallimat al Islamiyyah (KMI) pada 1 Februari 1937. Masa studi di sekolah pencetak guru perempuan ini adalah 3 tahun.

Semua lembaga pendidikan yang didirikan Rahmah dikelola secara mandiri, tidak terikat dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Maka, ketika diterapkan aturan tentang Ordonansi Sekolah Liar, Rahmah enggan mendaftarkan sekolahnya. Sama seperti Ki Hadjar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, Rahmah menolak subsidi dan memilih melawan.

Rahmah El Yunusiyah gencar memimpin kampanye penolakan Ordonansi Sekolah Liar sejak 1933. Aksi tersebut berakibat fatal baginya. Rahmah diajukan ke meja hijau dan didenda 100 gulden oleh pengadilan kolonial. Sekolah Diniyah Putri pun digeledah, tiga gurunya kemudian dijatuhi sanksi larangan mengajar.

Namun, pamor Rahmah justru semakin moncer. Ia kini disegani banyak kalangan, baik para pejuang pergerakan maupun kaum cendekiawan. Ia bahkan dianggap sebagai salah satu dari sedikit ulama perempuan paling terkemuka di Hindia Belanda.

Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), Rahmah El Yunusiyah tidak berdiam diri. Ia memotori penggalangan bantuan pangan dan sandang untuk rakyat yang menderita karena situasi Perang Asia Timur Raya melawan Sekutu.

Dalam Hajjah Rahmah el Yunusiyyah dan Zainuddin Labay el Yunusy, Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia (1991), Aminuddin Rasyad dan kawan-kawan mengungkapkan, Rahmah meminta kepada pemerintah militer Dai Nippon agar rumah-rumah bordil ditutup. Ia juga memprotes eksploitasi perempuan Indonesia yang dijadikan wanita penghibur bagi tentara Jepang. Tuntutan ini dipenuhi (hlm. 113).

Rahmah juga harus berhadapan dengan tentara Jepang. Suatu ketika, ketegangan di Padangpanjang memuncak. Ia mengungsikan ratusan siswanya agar selamat dari serbuan pasukan Dai Nippon. Selama pengungsian, semua keperluan murid-muridnya ditanggung oleh Rahmah.

Aksinya berlanjut setelah Jepang kalah perang. Begitu mendengar Sukarno-Hatta menyatakan kemerdekaan, ia segera menaikkan bendera Merah-Putih di halaman sekolah. Menurut catatan Ensiklopedia Islam (2002), Rahmah adalah orang pertama di Sumatera Barat yang melakukannya (hlm. 152). Sukarno pun memasukkan Rahmah dalam keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada 22 Agustus 1945.

Rahmah juga turut memelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Padangpanjang untuk menghadapi Belanda yang datang kembali. Ia berperan pula dalam pembentukan berbagai barisan perjuangan umat Islam, termasuk Laskar Sabilillah, Laskar Hizbullah, dan lain-lain. Rahmah bahkan memimpin penyediaan logistik dan persenjataan untuk laskar Republik.

Sumber: