Sambut Musim Hujan Warga Ganti Atap Kompleks Makam Ki Buyut Trusmi
Senin 02-10-2017,09:45 WIB
CIREBON – Tradisi Memayu atau mengganti atap bangunan di Komplek Makam Buyut Trusmi, Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Minggu (1/10) berlangsung meriah. Ribuan warga dari berbagai daerah memadati lokasi kegiatan yang dimulai dengan acara ider-ideran (arak-arakan) ini.
|
Warga Cirebon pertahankan tradisi Memayu Buyut Trusmi. Foto: Yoga/Rakyat Cirebon |
Berdasarkan informasi yang dihimpun Rakyat Cirebon, tradisi ini sudah berlangsung lama. Bukan tanpa maksud, tradisi memayu ini memiliki makna yaitu mengganti atap bangunan Kompleks Ki Buyut Trusmi yang luasnya 3600 m2, sekaligus untuk menyambut datangnya musim penghujan. Ki Buyut adalah sesepuh Trusmi dan sangat berjasa dalam mengembangkan tradisi kerajinan batik.
Salah satu Abdi Dalem Buyut Trusmi, Kadira (65) mengakui dirinya dan juga abdi dalem lainnya telah mempersiapkan welit (atap dari daun) yang hendak dipasang saat prosesi acara. Tak kurang dari dua ribu atap ilalang ini sudah disiapkan oleh abdi dalem. “Dipesan dari Indramayu,” ujar Kadira.
Mengenai maksud dan makna tradisi memayu ini, Kadira membenarkan memayu merupakan sebuah adat untuk menyambut datangnya musim penghujan. Bukan hanya welit, kayu jati juga dikatakannya sudah dipersiapkan sebagai material atap.
“Kita semua sudah siap menyambut memayu, kami gembira menyambutnya karena pertanda hujan akan datang. Kemarau kami nikmati sebagai berkah, hujan pun apalagi, petani akan bergembira karena hujan akan mengairi sawah yang mengering,” tambahnya.
Saat memayu digelar, warga sudah memadati jalur arak-arakan sejak pukul 05.00 WIB. Ribuan atap yang akan digunakan diarak terlebih dahulu untuk disaksikan oleh warga.
“Tujuan akhirnya adalah silaturahmi, banyak warga berbondong-bondong datang untuk menyaksikan acara arak-arakan maupun ganti atapnya. Mereka akhirnya saling bertemu dari yang biasanya jarang bertemu, akhirnya kan jadi silaturahmi, itulah maknanya,” ujar sesepuh Desa Trusmi Kulon, Kyai Toni Syah.
Menurut Toni, tidak ada makna khusus kenapa ilalang untuk atap bangunan diambil dari Indramayu dan bukannya Cirebon.
“Kebetulan saja adanya dari Indramayu, kita pesan dari sana, tiap tahun memang ke Indramayu pesannya,” katanya.
Menurut Toni, atap dari ilalang sebetulnya cukup kuat dipakai bertahun-tahun, namun adat di Buyut Trusmi mengharuskan atap ini diganti tiap tahun.
“Ini tandanya memang akan datang musim hujan. Tiap tahun, ganti atap tidak sama baik tanggal maupun bulannya, karena kami harus mengumpulkan beragam informasi terlebih dahulu kapan akan berakhir musim kemarau. Nah, setelah informasi musim hujan akan datang, baru kita lakukan berbagai persiapan,” ujar Toni.(yog)
Sumber: