Tiga Perusahaan Pengesub Urugan PLTU Nunggak Pajak

Tiga Perusahaan Pengesub Urugan PLTU Nunggak Pajak

SUMBER – Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) kabupaten Cirebon kesulitan menindak pengusaha galian nakal. Kepala Bidang Pajak Daerah II, Moh Sardar Ernedin mengatakan, kaitan dengan piutang pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tiga perusahaan tambang pengesub urugan ke PLTU, BPPD tidak dapat berbuat banyak.
\"bppd
Moh Sardar Ernedin. Foto: Ari/Rakyat Cirebon 
“Kita kan kaitan pajaknya, sementara kalau sanksi atau kebijakan menutup atau mengawasi itu bukan di kami. Tapi di pemerintah provinsi,” kata Ernedin pada Rakcer, Kamis (28/9).

Meski demikian, pihaknya akan mencoba mengundang ketiga  wajib pajak (WP) seperti, CV Landeto, PT Ilham Bintang dan Ariska. Selain itu, pihaknya juga akan berkordinasi dengan pemerintah desa. 

“Kita mencoba memanggil WP dengan berpijak dengan aturan yang ada. Kemudian melakukan pendekatan dengan desa setempat,” kata dia.

Ernedin menjelaskan duduk persoalan itu, pada intinya PLTU II membutuhkan urugan tanah sebanyak 2 juta kubik. Dalam perjalanan PLTU menunjuk kontraktor yakni PT Hyundai, dan kontraktor tersebut menunjuk lagi dua subkontraktor yakni PT NKE dan HJU. 

“Subkontraktor ini masing-masing punya jatah mengesub urugan sebanyak 1 juta kubik. Dan yang mensuplai tiga perusahaan dari Kecamatan Beber seperti, PT Ariska, CV Landeto dan Ilham Bintang,” ucapnya. 

Melihat banyaknya kebutuhan material urugan, BPPD melihat potensi pajak dari MBLB cukup besar. Namun, pihaknya kesulitan untuk mendapatkan data dari WP terkait berapa kubik yang sudah keluar. 

“Setelah kita dapat data dari Hyundai baru diketahui bahwa sudah masuk urugan sebanyak 900 ribu meter kubik. Atau sudah 45 persen dan masih 1,1 juta kubik lagi,” jelasnya. 

Dari total urugan yang sudah masuk ke PLTU II, pemerintah daerah harusnya mendapatkan potensi pajak sebesar Rp1,1 miliar. Namun hingga Agustus BPPD baru menerima Rp177 juta.

“Sisanya kita anggap piutang, kalau yang masuk Rp177 juta berarti urugan yang masuk ke PLTU baru 100 ribu kubik. Sedangkan data dari Hyundai itu 900 ribu kubik,” lanjut Ernedin. 

Lebih lanjut disampaikan mantan Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, meskipun tunggakannya cukup besar ia belum melihat adanya penggelapan.

“Kalau bayar pajak itu kan kesadaran, kalau tidak sadar ya susah. Kemudian juga lemahnya pengawasan, jadi bisa saja dimanipulasi. Misalnya urugan yang sudah masuk 1 juta namun yang disampaikan 500 ribu kubik itu bisa saja,” imbuhnya. 

Karena perizinan dan pengawasan ada di provinsi, ia harap kedepan semakin diperketat. Sehingga tidak ada potensi pajak yang terbuang. (ari)

Sumber: