Peminat Brem Makin Berkurang, Perajin Beralih Produksi Rengginang

Peminat Brem Makin Berkurang, Perajin Beralih Produksi Rengginang

MAJALENGKA - Selama ini, produk Brem identik dengan daerah Madiun. Masyarakat jarang mengetahui kalau ternyata di Majalengka, tepatnya di Desa Bantrangsana Kecamatan Panyingkiran ada kerajinan makanan Brem.
\"melihat
Perajin Brem Dede masih bisa tersenyum. Foto: Hasan/Rakyat Cirebon
Salah seorang perajin Brem, Dede saat dikunjungi Rakyat Cirebon tampak sedang sibuk merapihkan satu persatu cobek di bawah sebuah terpal. Ia menempatkan satu persatu dari ratusan cobek kecil berdiameter sekitar 20 cm dengan rapih. \"Cobek-cobek kecil ini untuk menjemur cairan yang sudah diperas,\" ujar Dede, Kamis (9/3). 

Dede merupakan pembuat brem di Dusun Rajakepok Desa Bantrangsana Kecamatan Panyingkiran. Sejak kecil pria kurus ini belajar membuat brem dari sang ayah. 

Desa Bantrangsana dulunya dikenal sebagai desa pembuat brem. Namun, peminat brem semakin berkurang. Di desa tersebut hanya menyisakan dua perajin brem. Satu di antaranya Dede. \"Sekarang banyak yang beralih membuat rengginang,\" ujarnya.

Brem tidak sulit dibuat. Cara pembuatannya sangat mirip dengan tape. “Bahan utamanya beras ketan,\" katanya. Setiap hari Dede bisa menghabiskan 10 kilogram beras ketan. Beras ketan itu terlebih dahulu ditapi dan dicuci bersih.

Beras kemudian dikukus dan didinginkan dan dicuci kembali. Beras ketan kemudian ditiriskan sampai benar-benar kering. \"Lalu dikukus lagi untuk kedua kalinya,\" katanya.

Setelah tanak, beras didinginkan lagi sekitar 4 sampai 5 jam. \"Baru diberi ragi,\" katanya. Setelah itu ditempatkan di boboko, wadah dari bahan bambu. Beras ketan yang sudah diragi baru bisa diolah setelah empat hari. 

Setelah empat hari, kata dia, beras ketan diperas untuk diambil airnya. Beras ketan dimasukkan ke karung bekas beras yang terbuat dari plastik, dan dibungkus menggunakan kain. Di atasnya diberi batu atau potongan kayu lalu pemerasan dimulai dengan menggerakkan sebuah tuas dari kayu juga. \"Airnya ditampung di baskom,\" jelasnya. 

Air perasan dipindahkan pelan-pelan ke dalam cobek untuk dijemur. Proses penjemuran memang harus menggunakan cobek. \"Kalau tidak menggunakan cobek, susah keringnya. Kalau cobek ada pori-porinya sehingga cepat mengental,\" ungkapnya. 

Setelah cairan mengental, pindahkan ke dalam baskom dan mulai dicetak. Pencetakan pun mudah. Hanya menggunakan sebuah sendok teh. Yaitu cairan yang sudah mengental itu diciduk menggunakan sendok teh lalu ditaruh di atas plastik besar dan dipipihkan sampai menjadi tipis. Begitu seterusnya sampai seluruh cairan yang mengental itu habis. 

Pencetakan selesai, penjemuran kembali dimulai. Plastik yang berisi cetakan-cetakan brem lalu ditempatkan di sebuah wadah dari bambu lalu dijemur. \"Jadilah brem,\" ujarnya. Proses penjemuran hanya membutuhkan 1 jam di musim panas. Pada musim penghujan dibutuhkan waktu hingga 4 jam. 

10 kilogram beras ketan bisa menghasilkan hingga 2 ribu keping brem tipis dan kecil. Pemesanan meningkat pada hari-hari besar, seperti muludan, lebaran, natal dan tahun baru. Terkadang Dede menerima pesanan dari pelanggan lama. \"Saya dipasok hingga 100 kilogram beras ketan,\" katanya. Semuanya untuk diolah menjadi brem.(hsn)

Sumber: