Gaji Kepala BKBP Masih Setara Eselon III

Gaji Kepala BKBP Masih Setara Eselon III

DPRD Soroti Pembentukan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik 

SUMBER – Penyesuaian Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Kabupaten Cirebon yang dilaksanakan Desember tahun lalu ternyata masih menyisakan polemik.  Pasalnya, keputusan pembentukan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BKBP) dianggap kurang tepat jika merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2016 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Cirebon dan Perda Nomor 12 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Cirebon.
\"Ketua
Ketua Komisi I  DPRD  Junaedi  dok. Rakyat Cirebon

Berdasarkan informasi yang dihimpun Rakcer, dalam dua perda tersebut, disebutkan kedudukan Kesbangpol ini sebatas kantor. Sedangkan, saat ini, Kesbangpol sendiri berbentuk badan.

Adapun untuk penempatan pejabat, sebuah kantor ini di kepalai oleh pejabat eselon III dan untuk badan dijabat oleh eselon II.

Begitu juga penganggarannya, Badan Anggaran (Banggar) DPRD beserta Tim Anggaran pemerintah Daerah (TAPD), telah menentukan anggaran yang di dalamnya memuat honorisasi ini disesuaikan dengan perda.

Dengan demikian, saat ini, Kepala BKBP yang seharusnya mendapatkan tunjangan sebagai eselon II, harus puas hanya diberikan tunjangan eselon III.

Begitupun eselon di bawahnya, sekretaris dan juga kepala bidang yang saat ini ditempati oleh eselon III, akan mendapatkan tunjangan sesuai dengan eselon IV karena perda yang sudah ditetapkan menjelaskan hal tersebut.

Salah seorang pegawai yang enggan dikorankan mengatakan, sistem penganggaran sudah ditetapkan sejak 2016 dan kesbangpol ini sebagai kantor bukan badan.

“Memang betul seperti itu. Kalau eselon IV di Kesbangpol itu, akan mendapatkan tunjangan sebagai pelaksana. Di atasnya juga kepala Kesbangpol akan mendapatkan tunjangan sebagai eselon III karena perdanya seperti itu,” ujar sumber tersebut.

Permasalahan ini juga ternyata disadari oleh Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon. Mereka mempertanyakan dasar hukum diubahnya kantor Kesbangpol menjadi badan.

“Kalau mendengar penjelasan dari eksekutif, landasan hukum yang digunakan adalah peraturan bupati Nomor 104 tahun 2016 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. Tetapi, yang kita tanyakan, apakah perbup ini bisa digunakan apabila bertentangan dengan perda,” tegas ketua Komisi I, Junaedi ST kepada Rakcer, Kamis (19/1).

Dijelaskan Junaedi, adanya penjelasan mengenai Perda 6/2016 dan 12/2016 ini batal karena munculnya peraturan pemerintah yang baru.

Namun, dirinya mempertanyakan proses pembatalan perda ini yang tidak sesuai aturan yang berlaku.

“Kalau memang perda ini batal karena menggunakan PP lama dan munculnya PP baru ternyata perda ini bertentangan, seharusnya ada pencabutan atau penghapusan perda yang berbentuk perda juga. Tetapi, sekarang yang ada adalah perbup yang membatalkan perda. Ini kan jelas aneh karena kedudukan perda dan perbup itu lebih tinggi perda,” tambah Junaedi.

Bukan hanya itu saja, diungkapkan Junaedi, landasan hukum dibuatnya perbup ini menjadi pertanyaan pihaknya. Padahal, jelas-jelas, isi antara perda dan perbup ini tidak sejalan.

“Saya rasa, pembuatan perbup ini tidak tepat. Kalau memang mau ada perbup, maka perda yang ada harusnya dicabut terlebih dahulu atau dihapus menggunakan perda lagi bukan malah perbup,” terangnya.

Disinggung mengenai anggaran yang sudah ditetapkan untuk tahun 2017, Junaedi juga menyatakan, jika pemkab ingin taat hukum, maka tetap menggunakan anggaran yang tersedia.

Dengan kata lain, tunjangan dan segala halnya disesuaikan dengan apa yang sudah ditentukan.
“Kalau memang mau tertib, ya menggunakan itu. Risiko, karena memang saat pembahasan anggaran, yang digunakan adalah perda bukan perbup,” tandasnya.

Sementara itu, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirbeon yang coba dikonfirmasi mengenai anggaran Kesbangpol belum menjawab.

Saat wartawan koran ini mencoba menemui di ruang kerjanya, baik kepala BKAD serta Kabid Anggaran tidak berada di tempat.

Begitu juga saat dihubungi melalui ponselnya, walaupun aktif tetapi tidak ada jawaban.

Terpisah, Kepala BKBP Kabupaten Cirebon, Drs H Harry Safari Margapraja MM yang ditemui di ruang kerjanya menegaskan dirinya tidak mau berkomentar terkait hal ini.

“Kalau masalah itu saya tidak ada komentar. Saya hanyalah subjek jadi tidak mau berkomentar,” katanya singkat. (yog)

Sumber: