PKL di Jalan Perjuangan Diminta Angkat Kaki

PKL di Jalan Perjuangan Diminta Angkat Kaki

DPUPR Sudah Dua Kali Terbitkan Surat Teguran, Pedagang Nolak

KESAMBI – Nasib puluhan pedagang yang menempati lapak permanen di atas trotoar sisi Jalan Perjuangan tengah galau. Pasalnya, Pemerintah Kota Cirebon melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) telah menginstruksikan kepada para pedagang untuk membongkar warungnya. Belum lama ini, DPUPR telah menerbitkan surat teguran ke-2 kepada puluhan pedagang yang bejejer di sebrang kampus II Unswagati Cirebon itu. Surat dengan Nomor 640/024-DPUPR perihal teguran 2, tertanggal 11 Januari 2017, ditujukan kepada pemilik warung.
\"PKL
PKL di Jl Perjuangan akan digusur. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon 

Di dalam isinya disebutkan, berdasarkan teguran-1 melalui surat dengan Nomor 640/1755-TRP/DPUPESDM tertanggal 2 Desember 2016 dan surat itu tidak diindahkan, maka melalui teguran ke-2, DPUPR memerintahkan agar pedagang menghentikan kegiatan pembangunan fisik dan segera membongkar bangunan warung yang berlokasi di trotoar Jalan Perjuangan Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi.

Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala DPUPR Kota Cirebon, Ir Budi Rahardjo MBA.

Seorang pedagang, Maulana mengaku, ia dan puluhan pedagang lainnya di sana telah mendapatkan surat teguran ke-2 dari DPUPR untuk membongkar bangunan warungnya.

“Tapi sebelumnya tidak ada sosialisasi dari pemkot. Tiba-tiba ada surat teguran sampai dua kali,” ungkap Maulana.

Pria berusia 47 tahun itu mengaku, pihaknya menolak untuk merobohkan bangunan warung yang sehari-hari menjadi tempatnya mencari nafkah. Pedagang yang mangkal di sana sejak 2013 lalu itu meminta pemkot bersikap bijaksana dengan tidak menggusur lapak-lapak mereka.

“Mudah-mudahan ada kebijaksanaan dari pemkot. Toh, kita di sini mencari nafkah dan bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Kalau kita dibongkar, di sini kan banyak pelajar, mahasiswa, sampai pegawai kantoran yang merasakan manfaat adanya pedagang,” tuturnya.

Untuk itu, Maulana mengaku, ia dan pedagang lainnya berkeinginan untuk tetap bertahan berdagang di lapak yang didirikannya di atas trotoar itu. Lagipula, kata Maulana, para pedagang sudah menyisakan space selebar satu meter. Artinya, trotoar itu tidak “dimakan” sepenuhnya untuk mendirikan warung.

“Kita inginnya bertahan di sini. Kalaupun alasannya karena trotoar, kita sudah memberikan trotoar selebar satu meter. Lagipula trotoar ini jarang dipakai oleh pejalan kaki,” kata pedagang nasi goreng asal Jawa Tengah itu.

Senada disampaikan seorang pedagang lainnya, Suedi. Ia mengaku, surat teguran pertama diterimanya pada Desember 2016 lalu, kemudian surat teguran kedua diterimanya beberapa hari yang lalu.

“Tapi pada intinya, kita ingin tetap berjualan di sini. Menolak penggusuran,” kata pedagang sop itu.

Pria berusia 51 tahun itu mengaku, ia bersama para pedagang lainnya menjadi resah ketika mendapatkan surat teguran ke-2 dari pemkot melalui DPUPR. “Kita jadinya resah dengan adanya surat teguran ini,” kata dia. (jri)

Sumber: