Pemilik Bangli di Bima Pasrah
KESAMBI – Sudah sepekan lebih, batas akhir waktu yang diberikan Pemerintah Kota Cirebon untuk para pemilik bangunan liar (bangli) di kompleks olahraga Bima agar membongkar bangunannya, pada 6 Agustus, berlalu.
Faktanya, hingga Minggu (14/8), beberapa bangli masih terlihat berdiri utuh.
Tapi, sebagian besar bangli di sana sudah dibongkar oleh pemiliknya.
Hingga kemarin, sejumlah bangli terlihat sedang dibongkar oleh masing-masing pemiliknya.
Para pemilik bangli sekaligus pedagang akhirnya takluk dengan permintaan Pemkot Cirebon untuk membongkar bangli yang mereka dirikan.
Koordinator Pedagang Bima, Bambang Prawoto mengaku, ia dan puluhan pedagang lainnya di kompleks olahraga Bima diminta untuk membongkar bangunan yang sudah bertahun-tahun digunakan untuk berdagang itu pada 6 Agustus lalu.
“Memang berdasarkan surat edaran walikota, harusnya paling lambat 6 Agustus sudah dibongkar. Tapi setelah kita beraudiensi dengan Pak Sekda pada Kamis (11/8) kemarin, kita diberi waktu sampai 17 Agustus untuk membongkar sendiri bangunan kita,” ungkap Bambang, kemarin.
Mulanya, diakui Bambang, pihaknya menolak untuk bangunan tempatnya berdagang dibongkar. Para pedagang sebelumnya berinisiatif merapikan. Bahkan, semua pedagang bersepakat membuat spanduk untuk menyemarakkan Pekan Olahraga Nasional (PON).
“Kita sih awalnya ingin mempercantik diri. Kita hias semua warung. Termasuk membuat spanduk untuk menyemarakkan PON,” ujarnya.
Namun, lanjut Bambang, Pemkot Cirebon rupanya punya maksud lain terhadap lahan yang saat ini di atasnya terdapat bangli. Kabarnya, pemkot akan membuat taman di sana.
Mendengar rencana itu, para pedagang mengajukan kompensasi. Tapi akhirnya tak digubris pemkot.
“Pemkot malah akan menjadikan lahan ini (lokasi jejeran bangli, red) taman, makanya kita bongkar sendiri tanpa kompensasi. Padahal awalnya kita minta kompensasi, tapi Pak Sekda bilang tidak ada kompensasi,” tuturnya.
Ia menambahkan, Pemkot Cirebon sudah menyiapkan lahan untuk merelokasi para pedagang pemilik bangli.
Lokasinya, di salahsatu sudut kompleks olahraga Bima, tepatnya di dekat padepokan Merpati Putih.
“Pemkot menyiapkan lahan relokasi di sana,” katanya.
Senada disampaikan Rifai, pemilik bangli lainnya. Ia mengaku sudah 10 tahun menempati bangunan yang digunakannya untuk bengkel mobil itu.
Bila sejumlah pedagang mengaku mendapatkan surat edaran walikota terkait perintah pembongkaran, Rifai mengaku, dirinya tak menerima surat tersebut.
“Kita tidak dapat surat dari pemkot. Hanya sebagian pedagang yang dapat surat. Itupun yang membagikan Lurah Sunyaragi. Tapi akhirnya kita bongkar sendiri dan tidak ada uang kompensasi dari pemkot,” kata Rifai.
Ia mengaku lebih memilih membongkar sendiri bangunannya, lantaran apabila dibongkar oleh Satpol PP nantinya, material bangunan akan rusak dan tidak bisa dimanfaatkan kembali.
“Kalau dibongkar petugas, pasti rusak semua.
Tapi kalau membongkar sendiri, materialnya masih bisa dimanfaatkan,” kata dia.
Rifai mengaku, dirinya sempat bingung. Meskipun pemkot menyediakan lahan relokasi, namun berdasarkan informasi yang didapatnya, lahan relokasi itu diatur hanya boleh digunakan untuk berdagang kuliner dan pernak-pernik cinderamata khas Cirebon.
“Makanya paling nanti ganti usaha, tidak bengkel, tapi jadi kuliner,” katanya.
Dirinya pasrah ketika harus beralih profesi menjadi pedagang kuliner. Pasalnya, para pedagang di sana tak bisa melakukan perlawanan.
“Karena pemkot berkepentingan untuk persiapan dan pelaksanaan PON. Makanya kita menerima (untuk membongkar bangunan) yang penting ada lahan relokasinya,” katanya. (jri)
Sumber: