“Walau Rp1 Miliar CSR-nya Tetap Nolak”

“Walau Rp1 Miliar CSR-nya Tetap Nolak”

Warga Sekitar Pelabuhan Tolak Batubara Dibuka Lagi, DPRD Restui Pengembangan

KEJAKSAN – Penolakan terhadap rencana dibukanya kembali aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon terus menuai penolakan.

\"tongkang
Tongkang batubara. dok. Rakyat Cirebon
Warga sekitar pelabuhan, mulai kembali bersuara menyampaikan penolakan atas rencana itu.

Warga RW 1 Pesisir Selatan Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemahwungkuk menjadi elemen yang paling menentang keras rencana dibukanya kembali aktivitas bongkar muat batubara.

Pasalnya, mereka berada paling dekat dengan Pelabuhan Cirebon, persis hanya dipisahkan terusan Kali Sukalila.

“Kita tetap menolak keras adanya aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. Apapun alasannya itu. Karena kita ini posisinya paling dekat dengan pelabuhan. Jadi, kita yang paling terdampak,” ungkap Ketua RW 1 Pesisir Selatan, Jafar Sidik, kemarin.

Ia menegaskan, pihaknya tak akan tergiur oleh iming-iming apapun. Termasuk dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang rencananya akan dioptimalkan penyalurannya.

Jafar mengaku, faktor kesehatan tak bisa diukur dengan nominal uang atau apapun. Kini, warga setempat merasa nyaman tanpa adanya polusi debu batubara. “Walau Rp1 Miliar CSR-nya, tetap nolak (adanya aktivitas batubara),” katanya.

Terpisah, Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi menyatakan, secara kelembagaan, DPRD menolak adanya aktivitas bongkar muat batubara.

“Dan keputusan DPRD konsisten tidak ingin ada batubara,” kata Edi.

Namun demikian, lanjut Edi, pihaknya tak ingin pengembangan Pelabuhan Cirebon dibatalkan. Makanya perlu dicarikan solusinya.

“Tapi pikiran kita tidak boleh menyandera kita, gara-gara batubara lalu pembangunan pelabuhan terhenti. Makanya harus dicari solusi,” ujarnya.

Diakui Edi, baik pengusaha, maupun PT Pelindo II Cabang Cirebon maupun KSOP Kelas II Cirebon, menginginkan agar aktivitas bongkar muat batubara dimasukkan dalam bagian Rencana Induk Pelabuhan (RIP).

“Pengusaha, PT Pelindo dan KSOP itu ingin aktivitas bongkar muat batubara masuk dalam RIP. Kita kan tidak mau. Maka istilahnya diganti menjadi curah kering. Agar RIP ini bisa berjalan dan pelabuhan dikembangkan,” jelasnya.

Itupun, disebutkan Edi, dibolehkannya curah kering yang di dalamnya termasuk juga batubara untuk bongkar muat di Pelabuhan Cirebon setelah dilakukan pengembangan, akan dimonitor dan evaluasi secara berkala.

“Nanti dalam rekomendasinya, diatur bahwa akan dilakukan evaluasi secara berkala, misalnya setiap 6 bulan atau per tahun. Jadi, saya tidak dalam posisi menyetujui batubara dibuka atau tidak,” katanya. (jri)

Sumber: