Adapun langkah yang dilakukan diantaranya, apabila belum ada perempuan yang mencapai keterwakilan 30 persen dalam daftar enam besar, maka penetapan peserta yang ikut tes wawancara adalah peserta perempuan dalam kategori peringkat nilai enam besar. Kemudian apabila kondisi sebagaimana dimaksud belum terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan skoring terhadap pengalaman kepemiluan berdasarkan daftar riwayat hidup peserta tes yang memperoleh nilai sama.
Dari hasil konfirmasi di Bawaslu terkait hal tersebut, ia mendapat jawaban jika dalam hasil tes tertulis tersebut ada perempuan dan laki-laki yang sama dalam posisi keenam, maka yang diambil perempuan untuk menduduki posisi keenam. "Dan terkait kewenangan kebijakan terkait 6 besar, katanya itu kewenangannya Bawaslu Provinsi Jawa Barat," ungkapnya yang juga Pembina Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu ini.
KPI Jabar berharap, peserta yang akan mengikuti tes wawancara dalam penilaiannya penting untuk memperhatikan kuota minimal 30 persen perempuan. Hal ini sesuai keputusan Peraturan Bawaslu RI pada poin 22, bahwa dalam menetapkan calon anggota panwaslu kecamatan terpilih berdasarkan rekap nilai tes tertulis dan tes wawancara.
BACA JUGA:Jalan Berlubang di Balongan Memakan Korban Jiwa
"Semoga kedepan, Bawaslu RI juga mendorong perubahan dalam UU Pemilu Nomor 22 tahun 2007 mengenai frasa memperhatikan minimal kuota 30 persen perempuan diubah menjadi mewajibkan kuota minimal 30 persen perempuan bagi penyelenggara pemilu. Baik di tingkat nasional sampai ke tingkat desa. Sehingga perempuan berpeluang untuk duduk sebagai penyelenggara pada Pemilu 2024. Perempuan dan laki-laki terlibat bersama dalam proses demokrasi yang setara," tandasnya.