RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Pemerintah Kabupaten Cirebon siap melakukan diskresi menangani persoalan PSU Arum Sari Desa Cirebon Girang Kecamatan Talun. Diskresi akan ditempuh, manakala tidak menemukan titik temu.
"Kalau dead lock, pasti kita ada diskresi," kata Ketua Tim Verifikasi Serah Terima PSU, Dr H Hilmy Riva'i MPd, usai memimpin rapat, Kamis 5 September 2024.
Akan tetapi, upaya diskresi pun nantinya tetap harus dikomunikasikan dengan legislatif. Untuk menyamakan persepsi. Jangan sampai pemerintah memutuskan tapi legislatifnya malah berbeda pendapat.
Termasuk dari segi ketetapan hukum, Pemkab akan berkonsultasi terlebih dulu dengan BPK. "Karena yang mempertanyakan angka persentase itu kan BPK," katanya.
Pria yang merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon itupun mengaku simpatik dengan persoalan masyarakat. Khususnya warga Perumnas Arum Sari yang ingin mendapatkan hak-haknya, berkaitan dengan hak perumahan.
Kata dia, memang dalam pertemuan ditemukan titik perbedaan antara Perumnas dengan Pemda. Khususnya Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP).
Berkaitan dengan angka-angka. Itu perlu disepakati. Kata Hilmy, persoalan ini dianggap kejadian luar biasa. Karena PSU telah diterima ditahun 2016. Sementara di 2021 ini ada regulasi yang baru. Akhirnya menjadi disparitas pemikiran yang berbeda.
Kan di 2016 itu aturannya bukan 40 persen kewajiban developer. Tapi 38 persen. Sementara regulasi yang baru mengharuskan 40 persen," katanya. Sambil menambahkan, itulah titik persoalan yang menjadi perdebatan.
Kendati demikian, solusi terbaik sedang diupayakan. Pihaknya audah memerintahkan Kabah Hukum Setda, untuk memimpin persoalan tekhnis.
"Kaitan dengan masih ada split sing antara perumahan dengan Pemda. Prinsipnya saya sudah memerintahkan agar kuta berpihak kepada warga," katanya.
"Kita cari solusi terbaik. Mudah-mudahan tidak sampai harus diskresi. Tapi kesepakatan bersama antraa Perumnas, Pemda dan warga. Tadi saya kira sudah ada (kesepakatan,red) mengarah ke solusi. Yang jelas Pemda bersama masyarakat untuk menyelesaikan hak-haknya," tukasnya.
Sebelumnya, Warga Perumnas Arum Sari di Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, menyatakan kekecewaan mereka terhadap pemerintah daerah terkait lambannya proses serah terima aset fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).
Meskipun dokumen administratif sudah lengkap, proses tersebut tak kunjung selesai. Alhasil hal itu pun memicu ancaman dari warga. Mereka memboikot pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan datang 27 November 2024.
Ketua Forum Rukun Warga (RW) Arum Sari, Tedi Setiawan, menyatakan bahwa seluruh dokumen yang diperlukan untuk serah terima aset dari perumnas ke Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) telah diserahkan.
Namun, hingga kini, tidak ada tindak lanjut yang nyata dari pihak berwenang. Kondisi ini menyebabkan stagnasi pembangunan di lingkungan perumahan tersebut. Sementara warga tetap diwajibkan membayar PBB.
"Jika serah terima aset perumahan ke pemerintah daerah terus terkatung-katung, kami siap untuk tidak membayar PBB," ujar Tedi.
Tedi juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap DPKPP dan Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) yang terkesan saling lempar tanggung jawab. Menurutnya, meskipun Forum RW telah memenuhi permintaan site plan dari DPKPP, proses tetap berlarut-larut tanpa kepastian.
“Kami merasa kecewa karena DPKPP dan BKAD tidak bekerja sinkron. Proses yang memakan waktu dua tahun ini menunjukkan lemahnya koordinasi di antara instansi terkait,” pungkasnya. (zen)