Sekolah Kedinasan Lukai Cita-Cita Indonesia Emas 2045, Anggarannya Besar, Dinikmati Segelintir Orang Saja

Sabtu 12-07-2025,08:10 WIB
Reporter : Zezen Zaenudin Ali
Editor : Arief Mardhatillah
Sekolah Kedinasan Lukai Cita-Cita Indonesia Emas 2045, Anggarannya Besar, Dinikmati Segelintir Orang Saja

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Kehadiran sekolah kedinasan telah memicu kontroversi sejak lama. Anggarannya besar sekali. Dan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Tahun lalu, Tempo bahkan menyebut anggaran jumbo sekolah kedinasan melampaui perguruan tinggi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun turun tangan. Namun, itu tidak viral seperti sekarang.

Problem anggaran jumbo sekolah kedinasan sekarang menjadi viral. Seiring dengan semangat presiden, memperbaiki sistem pendidikan. Menteri Agama Nasaruddin Umar juga mengajak Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama untuk lebih proaktif dan tidak menjadi penonton.

Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH Imam Jazuli Lc MA menyatakan sejak itulah masyarakat hingga akar rumput serius mengamati arah perkembangan politik pendidikan. Pemantik apinya adalah kritik DPR RI Komisi X yang mempersoalkan anggaran jumbo sekolah kedinasan.

Komisi X DPR pun membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan pada tahun 2024 lalu. Pasalnya, tahun 2024 lalu, sekolah kedinasan menyerap anggaran sebesar Rp 104 triliun.

Berbeda dengan anggaran pendidikan di Kementerian Pendidikan (Dasar, Menengah, dan Tinggi) hanya sebesar Rp 93 triliun. Sedangkan anggaran pendidikan di kementerian agama lebih kecil lagi, yaitu Rp 65,29 triliun.

Menurut Kiai Imam Jazuli, anggaran untuk sekolah kedinasan terlalu besar. Bukan hanya secara akumulasi, tetapi juga pada aspek pendistribusiannya.

"Sekolah kedinasan tahun 2024 hanya memiliki sebanyak 13 ribu mahasiswa. Sedangkan Kementerian Pendidikan mengurusi 62 juta pelajar," ungkapnya.

BACA JUGA:Mayoritas Santri Bina Insan Mulia Program Tarjamah Lulus Hafalan Tarjamah Al-Quran 30 Juz

Wakil Ketua Pimpinan Pusat, Rabithah Ma'ahid Islamiyah itupun menggambarkan, jika uang sebesar Rp 104 triliun dibagikan kepada 13 ribu, maka masing-masing mendapatkan 8 miliar per mahasiswa.

"Sedangkan jika Rp 93 triliun dibagikan kepada 62 juta siswa, mereka mendapatkan Rp 1,48 juta per orang. Di sini tampak ketidakadilan distributif nya," ungkapnya.

Kiai Imam Jazuli berharap Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk Komisi X DPR RI betul-betul bekerja dengan cepat. Jika bisa, tahun 2026 saat memasuki ajaran baru, ketidakadilan yang dilakukan di sekolah kedinasan telah diselesaikan.

Panja Komisi X DPR RI harus konsisten memperjuangkan anggaran 20% seluruhnya untuk Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Sebab bagaimana pun juga Pasal 49 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2003 telah menghilangkan hak sekolah kedinasan untuk mendapat bagian dari 20% APBN.

"Bagaimana mungkin bangsa ini akan mencapai generasi emas di tahun 2045, apabila ketidakadilan distributif semacam ini masih bercokol," katanya.

"Sekolah kedinasan itu ibarat hajatan pribadi kementerian yang menyelenggarakan pendidikan. Jadi, mustahil dana operasionalnya diambil dari hajatan nasional," lanjutnya.

Sudah benar KPK turun tangan dan menemukan silang sengkarut penggunaan anggaran sekolah kedinasan tahun 2024. Oleh karenanya, Panja DPR RI Komisi X tahun ini sangat baik apabila bekerjasama lagi dengan KPK. Bagaimana pun ini penting untuk menilai status uang yang begitu besar di sekolah kedinasan.

"Kita tahu di tahun 2024 kemarin, beberapa individu menteri turun aktif berkampanye untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden," katanya.

"KPK perlu turut memastikan anggaran jumbo sekolah kedinasan dari tahun ke tahun tidak digunakan untuk dana kampanye politik," terangnya.

Jika itu terjadi, lanjut Kiai Imjaz--sapaan untuknya, sekolah kedinasan semestinya mendapatkan hukuman. Bukan sekedar menegakkan Pasal 49 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2003 yang mengeluarkan sekolah kedinasan dari anggaran 20%, tetapi harus lebih keras lagi.

"Bahkan, tidak salah apabila sekolah kedinasan dibubarkan," tegasnya.

Lebih-lebih materi dan program studi di sekolah kedinasan, banyak yang telah diajarkan di perguruan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan.

Lantas apa gunanya kementerian lain masih mempertahankan studi yang sama tersebut, jika bukan untuk menguras kekayaan negara secara diam-diam.

"Belum lagi kita tahu lulusan sekolah kedinasan bisa menjadi pegawai negari sipil (PNS) tanpa melakukan tes seleksi. Dimana rasa keadilannya? Bagaimana sesama anak bangsa diperlakukan berbeda? Bukankah itu menciderai semangat kebangsaan kita? Tanyanya.

Kiai Imjaz pun mengajak untuk menghayati bersama bunyi Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Bunyinya segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

BACA JUGA:Kiai Imam Jazuli: Waspadai Hafalan Al-Quran Hanya Sampai Tenggorokan

"UUD ’45 memberikan kita sebagai warga negara kedudukan yang sama. Sementara sekolah kedinasan memberikan status eksklusif. Di sinilah, amanat-amanah undang-undang dasar telah diabaikan sepenuhnya," katanya.

"Seakan-akan alumni sekolah kedinasan adalah manusia super cerdas yang langsung dipercaya mengurusi pemerintahan," lanjutnya.

Mentalitas eksklusif yang dipupuk dalam lingkungan sekolah kedinasan juga telah menyimpang jauh dari semangat demokrasi. Di dalam demokrasi, kebijakan politik harus memihak mayoritas.

"Lantas bagaimana minoritas ini diperlakukan istimewa, mendapatkan 8 miliar per orang, sementara yang lain hanya beberapa juta saja," katanya.

Indonesia Emas 2025 tidak mungkin bisa diwujudkan apabila masih ada eksklusifitas di antara sesama anak bangsa. Presiden Prabowo semestinya segera mengambil keputusan yang strategis dan taktis, agar kontroversi sekolah kedinasan dari tahun ke tahun ini segera tuntas.

"Marilah kita bangun bangsa ini bersama-sama. Jangan ada satu yang merasa lebih unggul dari yang lain," pungkasnya. (zen)

Kategori :