Menyelamatkan PBNU Melalui Teladan Kesatria Gus Yahya

Minggu 23-11-2025,06:25 WIB
Reporter : Zezen Zaenudin Ali
Editor : Arief Mardhatillah

RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, KH Imam Jazuli Lc MA menegaskan perlunya menyelamatkan PBNU melalui teladan kesatria Gus Yahya.

Hal itu, disampaikannya menyoroti polemik internal yang melanda Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yakni desakan agar KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mundur dari jabatan Ketua Umum.

BACA JUGA:Gus Zulfa Layak Jadi Pejabat Sementara Ketua Umum PBNU

Polemik itu, terang KH Imam Jazuli, harus dilihat dalam kerangka kearifan organisasi. Juga nilai-nilai etika pesantren yang mengakar kuat di tubuh NU.

Katanya, dari sudut pandang Syuriah, yang dalam struktur NU merupakan otoritas pengambilan keputusan tertinggi dalam hal keagamaan dan penentu kebijakan umum organisasi. Langkah tersebut didasari oleh beberapa pertimbangan serius.

BACA JUGA:Enam Alasan Kuat, Gus Zulfa Layak Mengemban Amanah Pjs Ketua Umum PBNU Masa Bhakti 2025-2026

Alasan-alasan serius yang mencuat dalam risalah rapat Syuriah antara lain, polemik narasumber Pro-Zionis. Adanya kebijakan (diduga terkait undangan narasumber pro-Zionis ke Universitas Indonesia dalam sebuah acara yang melibatkan PBNU).

Itu dianggap tidak sejalan dengan nilai dasar ahlu sunnah an-nahdliyah dan qanun asasi serta prinsip dan sikap politik luar negeri NU yang menentang Zionisme.

BACA JUGA:Riparkab dan Tiga Raperda Lainnya Gagal Disahkan

Kemudian adanya persoalan terkait transparansi atau tata kelola keuangan di tubuh PBNU di bawah kepemimpinan Gus Yahya dinilai kurang akuntabel. Sementara posisi tata kelola keuangan suatu organisasi adalah jantung dan roh organisasi.

Selain itu, rapat Syuriah menilai pelaksanaan salah satu kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN NU) tidak memenuhi ketentuan dan garis organisasi karena melibatkan Zionisme.

Maka, bagi Syuriah, tindakan ini dianggap melanggar pasal 8 No 13 2025, sekaligus pencemaran nama baik organisasi, serta pelanggaran pasal 97-99. Menurut AD/ART, ini pelanggaran berat.

Bisa diberhentikan secara tidak hormat, sebagai penegakan marwah organisasi dan memastikan kepemimpinan Tanfidziyah tetap berjalan sesuai dengan AD/ART serta khittah NU.

Para Syuriah memandang bahwa masalah ini harus diselesaikan dengan tegas dan segera. Karena darurat. Melalui mekanisme internal yang sah. Sebab Syuriah memiliki wewenang untuk meminta pertanggungjawaban dari Tanfidziyah.

"Karena itu, demi menyelamatkan jam'iyah dari perpecahan, langkah terbaik bagi Gus Yahya adalah menunjukkan sikap legowo atau lapang dada dan kesatria dengan mengundurkan diri secara hormat, terutama mengingat permintaan tersebut datang dari jajaran Syuriyah, bahkan atas nama Rois Syuriah, maqom tertinggi di NU," terangnya.

Secara struktural, NU memiliki dua badan kepengurusan utama. Syuriyah (dewan penasihat keagamaan) dan Tanfidziyah (badan pelaksana harian). Rais Aam adalah pimpinan tertinggi Syuriyah sekaligus pemimpin tertinggi dalam hierarki organisasi NU secara keseluruhan.

"Wewenangnya mencakup hal-hal fundamental terkait arah keagamaan dan kebijakan strategis organisasi," katanya.

Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, khususnya hasil Muktamar ke-34 di Lampung (2021), wewenang Rais Aam dan jajaran Syuriyah sangat besar. Beberapa poin relevan berdasarkan AD/ART antara lain,
Pengawasan dan Pengarahan.

Dimana Rais Aam bertugas mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan Muktamar dan kebijakan umum PBNU. Maka, desakan mundur dari Rais Aam, yang disampaikan melalui Rapat Harian Syuriyah, merupakan bentuk puncak dari penggunaan wewenang moral dan organisatoris tersebut.

"Selain itu ada analogi dari nalar pesantren, bahwa adab di atas ilmu," katanya.

Karakter NU sebagai organisasi lanjutnya, tidak bisa dilepaskan dari akar budayanya, yaitu pesantren. Hubungan antara Rais Aam dan Ketua Umum sering dianalogikan dengan hubungan antara "Mbah Yai" (Pengasuh Utama) dan "Lurah Pondok" (Ketua Pondok).

"Dalam tatanan pesantren, ketaatan (adab) kepada Mbah Yai adalah nilai mutlak dan fundamental. Jika seorang lurah pondok sudah tidak dikehendaki oleh Mbah Yai karena dianggap melanggar aturan atau melakukan tindakan yang "saru" (tidak pantas)," katanya.

" Maka etika (adab) menuntut lurah pondok tersebut untuk segera meminta maaf dan meletakkan jabatannya secara sukarela. Melawan atau bertahan dari kehendak Mbah Yai dianggap perbuatan tercela dan menunjukkan ketiadaan adab," terangnya.

Prinsip "adabul alim wal muta'allim" (etika orang berilmu dan pencari ilmu) yang sering diajarkan di pesantren, tidak boleh hanya menjadi pajangan. Penerapannya dalam berorganisasi di PBNU berarti menempatkan kewibawaan Syuriyah (para kiai sepuh) sebagai pemegang otoritas moral tertinggi.

Karena itu, demi menjaga soliditas jam'iyah, menghindari konflik yang berkepanjangan, dan merawat marwah NU sebagai organisasi ulama, Gus Yahya perlu menunjukkan sikap kenegarawanan dan ksatria.

Sikap legowo untuk mundur, daripada bertahan dan menciptakan perpecahan, akan jauh lebih mulia dan sesuai dengan Khittah NU serta AD/ART yang menjunjung tinggi kewibawaan Syuriyah dan Rais Aam.

"Menyelamatkan PBNU dari kisruh internal adalah prioritas yang lebih utama daripada mempertahankan jabatan semata," tukasnya. (zen)

Kategori :