Vonis Ringan Kasus Suap Jual Beli yang Diterima Romahurmuziy, Ini Tanggapan Rohadi

Kamis 23-01-2020,09:47 WIB

RAKYATCIREBON.ID-Vonis ringan yang diterima terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, Romahurmuziy, menarik perhatian berbagai kalangan. Mantan terpidana kasus suap pedangdut Saipul Jamil, Rohadi, bahkan memprotes keras keputusan yang dia anggap sangat tidak adil itu.

Sebagaimana berita yang viral di berbagai media sosial dua hari terakhir, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu divonis sangat ringan. Hanya 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Demikian keputusan majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/1/2020).

“Itu keputusan yang sangat tidak adil. Apalagi kalau dibandingkan dengan kasus saya, yang divonis tujuh tahun penjara. Padahal saya sama sekali tidak menerima uang suapnya dan saya hanya sebagai penghubung alias bukan pelaku utama. Tapi beliau sudah terbukti menerima suap justru dihukum ringan,” demikian Rohadi mengirimkan protesnya dalam sebuah pesan tertulis ke berbagai media Rabu (22/01) malam.

Kasus ini sebelumnya mendapatkan penilaian miring dari pakar hukum pidana Universitasi Al Azhar, Supardji Ahmad. Dia mengatakan, vonis itu terlalu ringan. Karenanya kasus ini dapat menjadi pemandangan baru dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Sebelumnya, Romy – demikian mantan Ketua Umum PPP itu akrab disapa – dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi untuk mengatur posisi atau jabatan para Kepala Kanwil Kemenag di beberapa daerah di Jawa Timur.

Hakim menyatakan dia terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Karenanya, menurut Supardji, posisi Romy dalam kasus ini layak dipertanyakan. Apakah dia bertindak sebagai anggota DPR atau ketua umum partai. Dalam pertimbangannya, hakim meyakini ada internvensi yang diberikan Romy kepada mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, demi meloloskan Haris Hasanuddin menjadi Kakanwil Kemenag Jawa Timur. Lukman sendiri diketahui merupakan salah satu kader partai berlambang Ka’bah itu.

Suparji menyatakan, sebagai anggota DPR, Romy duduk di komisi yang tidak berkaitan langsung dengan Kementerian Agama, yaitu Komisi VIII. Romy diketahui duduk di Komisi XI yang mengurusi persoalan keuangan.

“Jadi, kalau dalam konteks ketua umum partai, dia tidak memiliki wewenang untuk mengatur jabatan di Kementerian Agama. Di DPR pun dia tidak berada di komisi yang mengatur Kementerian Agama. Itu kan tidak ada kewenangan di situ,” kata Supardji.

Sementara itu, mantan Panitera PN Jakarta Utara Rohadi mengatakan, Romy adalah publik figur. Karena dia adalah seorang ketua umum partai. Dia bahkan dikenal sangat dekat dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Bahkan Menteri Agama kala itu, Lukman Hakim Saifudin, adalah anak buahnya. Nah, dengan posisi dan jabatannya, dia dapat berbuat apa saja. Termasuk mengatur posisi para kepala kantor Kemenag di berbagai daerah, khususnya di Jawa Timur.

“Jadi, jelas sekali dia terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari Jumat 15 Maret 2019. Di persidangan, dia terbukti menerima suap ratusan juta. Itu baru yang ketahuan. Kita tidak tahu sudah berapa lama dia beroperasi,” ungkap Rohadi.

Menurut terpidana yang merasa dijadikan tumbal sendirian dalam kasus suap Saipul Jamil itu, vonis terhadap Romy benar-benar aneh dan janggal. Sudah terbukti jelas-jelas menerima suap dengan memanfaatkan posisi dan jabatannya, dia hanya dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Kalau dilihat dari posisi dan jabatan yang diembannya, paling tidak dia divonis tidak beda jauh dengan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq yang divonis 16 tahun penjara. Begitu juga mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, yang divonis 15 tahun penjara.

Karena itu, Rohadi mempertanyakan, “Sama-sama ketua umum partai dan sama-sama terkena OTT kasus korupsi, kenapa vonisnya cuma dua tahun?”

Dikatakannya, dibandingkan dengan tokoh partai seperti Luthfi dan Novanto saja sudah tidak adil. Apalagi bila dibandingkan dengan dirinya, yang hanya seorang mantan panitera dan dalam kasus yang menjeratnya hanya berperan sebagai penghubung antara hakim Ifa Sudewi SH yang memutus perkara dan pengacara Saipul Jamil, Bertha Natalia SH. 

“Saya tidak tahu apakah publik memperhatikan kasus ini atau tidak. Yang jelas, vonis ini jelas-jelas mempertontonkan ketidakadilan di depan publik,” ungkap Rohadi lebih lanjut.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler