RAKYATCIREBON.ID-Sri Mulyani mengatakan, jadi Menteri Keuangan ternyata ada tidak enaknya juga. Apa tidak enaknya? Dia bilang, ke mana-mana selalu ditanya duit. Ketemu pejabat omongannya selalu soal duit. Ketemu rektor juga sama. Bahkan saat berkunjung ke rumah sakit pun, mereka menagih tunggakan BPJS Kesehatan. Menghadapi semua itu, Sri Mul kadang merasa capek juga.
Curhat Sri Mul disampaikan saat memberi kuliah umum di Auditorium Soeria Atmadja, di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UI, Depok, Jawa Barat. Acara ini dihadiri mahasiswa dan dosen. Mungkin karena tampil di depan almamaternya, kuliah yang disampaikan Sri Mul lebih luwes. Tak melulu soal teori dan laporan perkembangan ekonomi dunia. Tapi juga nyerempet ke hal-hal yang personal.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu misalnya, menceritakan berbagai pengalaman yang tidak mengenakkan menjadi seorang menteri keuangan. Dan bagaimana menghadapinya. Hadirin tampaknya menikmati apa yang disampaikan Sri Mul. Sesekali mereka tertawa, di lain kesempatan memberikan tepuk tangan meriah. Tak terasa, kuliah yang dimulai pukul 8.30 pagi itu selesai tepat pukul 10 pagi.
Di awal kuliahnya, Sri Mul cerita soal APBN. Mulai dari penerimaan negara lalu digunakan belanja untuk mensejahterakan rakyat. Dia juga memaparkan, tantangan kebijakan fiskal di tengah situasi perekonomian global yang tidak pasti. Kata dia, ekonomi dunia melemah dan merembes ke Indonesia. Omset korporasi menurun. Bayar pajak pun menurun. Penerimaan negara ikut menurun.
Sri Mul lalu menceritakan alokasi penggunaan APBN. Selain untuk optimalisasi kesejahteraan masyarakat terutama pendidikan dan kesehatan juga difokuskan dalam mengantisipasi gejolak ekonomi global. Sebagian lagi diarahkan untuk program prioritas utama yakni pembangunan SDM dan infrastruktur.
Sebagai menteri keuangan, Sri Mul lah yang mengatur alokasi belanja itu. Sebagai bendaharan negara, ia yang punya kewenangan mengatur masuk keluarnya duit. Mana alokasi yang penting, mana yang lebih penting. Karena kewenangan yang dimilikinya itu, Sri Mul kadang merasa terganggu.
Karena tiap melakukan kunjungan kerja, apa itu ke kementerian atau berkunjung ke perguruan tinggi selalu ditanya soal duit. Baru-baru ini misalnya dia ditanya seorang rektor yang mengeluh karena tidak punya dana abadi. “Pokoknya saya kalau ke mana-mana ngomonginnya duit aja. Capek, kan?” kata Sri Mul, yang disambut tawa hadirin.
Cerita lain, suatu kali Sri Mul berkunjung ke rumah sakit untuk menengok ibu yang baru melahirkan. Begitu mengetahui Menteri Keuangan akan datang, pihak rumah sakit langsung siap-siap. Para direktur datang ikut menyambut. Tapi ujung-ujungnya minta fasilitas kesehatan dan anggaran lebih banyak. “Begitu saya lihat bayinya, senang, kasih selamat, pas keluar, Bu, tagihan BPJS belum ada,” ujarnya. Hadirin kembali tersenyum.
Melihat pengalaman yang selalu dimintai duit itu, Sri Mul kadang berpikir untuk tidak melakukan kunjungan kerja. “Ya itu semua. Kayaknya menteri keuangan mending di dalam rumah aja deh, tenang,” candanya.
Saat bertemu para menteri juga begitu. Minta duit. Kata dia, setiap menteri selalu membawa program dengan embel-embel penting agar segera dicairkan dengan cepat. Ada yang minta jalan macet diselesaikan, ada yang ingin pengadaan internet, ada yang ingin akses air bersih, ada juga yang minta supaya pesawat tempur bagus.
“Sosial penting, jurnal, kesehatan, pendidikan, apalagi sekarang ada Mas Nadiem penting banget, Menteri PUPR penting, Menteri Pak Prabowo penting banget. Semuanya penting,” kata Sri Mul. “Jadi kalau ketemu saya, jangan bilang ‘Bu penting, Bu,’. Saya sudah biasa saja dengan kata penting,” ujar Sri Mul. (rmco)