RAKYATCIREBON.CO.ID - Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota nomor urut satu, Bamunas S Boediman dan Effendi Edo menghadiri puncak perayaan Cap Go Meh tahun 2569 kongzili di Vihara Welas Asih, Jalan Yos Sudarso, Kota Cirebon, Jumat (02/03) kemarin.
Bamunas dan Effendi Edo terlihat kompak, Bamunas hadir dengan mengenakan kaos berwarna merah, sedangkan Effendi Edo mengenakan kemeja putih. Keduanya mencerminkan warna bendera Indonesia, dimana lambang negara memiliki makna Bhinneka Tunggal Ika.
Pada puncak perayaan Cap Go Meh yang dimeriahkan dengan adanya Kirab Budaya, Bamunas melihat sebuah potensi yang besar dan harus dikembangkan kedepan.
\"Kebudayaan ini bukan hanya untuk etnis Tionghoa, ini sudah menjadi milik bersama yang harus dinikmati bersama, saya mengapresiasi pihak Vihara yang bisa menjadikan Cap Go Meh ini hiburan untuk warga Kota Cirebon,\" ungkap Bamunas saat diwawancarai di tengah perayaan Cap Go Meh , kemarin.
Beberapa sisi dari perayaan puncak Cap Go Meh, disebutkan Bamunas perlu dikembangkan, karena sangat terlihat bagaimana antusiasme masyarakat umum terhadap Kirab Budaya yang dilaksanakan setiap puncak Cap Go Meh.
\"Saya melihat ini sebuah potensi, kalau dikemas dengan lebih rapi lagi, akan menjadi pesta rakyat. Kedepan saya menginginkan kebudayaan ini dibuat lebih baik lagi, tentu dengan koordinasi yang baik bersama semua pihak,\" lanjut Bamunas.
Sisi lain yang sangat mencolok dikatakan Bamunas terlihat pada perayaan Cap Go Meh kemarin, dimana kebersamaan dari seluruh masyarakat yang hadir sangat terlihat jelas, tidak ada lagi batasan-batasan perbedaan antar masyarakat, semua melebur menikmati pesta rakyat yang sedang dilaksanakan.
\"Untuk warga Tionghoa ini mungkin jadi sebuah ritual, tapi untuk masyarakat umum ini jadi sebuah hiburan, jadi sangat terlihat kebersamaan masyarakat dalam perayaan Cap Go Meh ini,\" kata Bamunas.
Sementara itu, pasangan Nashrudin Azis-Eti Herawati (Pasti) juga turut hadir dalam keriuhan ribuan warga menyaksikan kirab budaya Cap Go Meh. Pada tahun-tahun sebelumnya, saat ia masih aktif menjadi walikota Cirebon, Azis selalu antusiasi menghadiri agenda tahunan tersebut. “Cap Go Meh ini sebagai salah satu ajang perekat masyarakat,” ungkap Azis.
Dikatakan Azis, etnis tionghoa memiliki peran penting dalam sejarah Cirebon. Makanya, sampai saat ini, kerukunan etnis tionghoa di tengah masyarakat Kota Cirebon terjalin dengan baik. Keharmonisan antarbudaya yang ada di Kota Cirebon, yang sudah berlangsung lama, juga harus senantiasa dilestarikan.
“Keberagaman di Kota Cirebon ini sangat luar biasa. Saya kira merupakan anugerah dari Tuhan untuk kita sama-sama menjaganya. Kerukunan, kebersamaan di tengah masyarakat menjadi modal penting untuk memajukan Kota Cirebon,” tutur politisi Partai Demokrat itu.
Hal senada disampaikan Eti Herawati. Dia menilai, perayaan Imlek dan Cap Go Meh dari tahun ke tahun di Kota Cirebon selalu berlangsung dengan baik. Tidak hanya etnis tionghoa yang hadir menyaksikan, melainkan banyak komponen masyarakat lainnya.
“Kita bisa lihat di kirab budaya Cap Go Meh ini, betapa rukunnya masyarakat Kota Cirebon. Tidak hanya etnis tionghoa, banyak juga masyarakat lain yang turut berbahagia menyaksikannya,” ungkap Eti.
Untuk itu, Eti menambahkan, dirinya dan Azis mengajak kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga tradisi dan budaya di Cirebon, serta kebersamaan di tengah masyarakatnya.
“Karena acara semacam ini bisa menjadi ikon bagi Kota Cirebon. Tentu kedepan, bisa bersama-sama dioptimalkan, sehingga akan banyak wisatawan yang turut menyaksikan Cap Go Meh di Kota Cirebon,” katanya.
Seperti diketahui, pasangan Azis-Eti (Pasti) akan berkompetisi di Pemilihan Walikota (Pilwalkot) pada 27 Juni mendatang. Pasangan nomor urut dua itu diusung lima parpol, yakni Partai Demokrat, Partai Nasdem, PKB, PKPI dan Partai Hanura.
Pada perayaan Cap Go Meh dalam rangka puncak peringatan tahun baru imlek 2569 Kongzili, ribuan warga tionghoa dari Ciayumajakuning berkumpul di Wihara Dewi Welas Asih untuk melaksanakan kirab budaya atau pawai Cap Go Meh, Jumat (02/03) kemarin.
Pada agenda tersebut, ribuan warga tionghoa yang turut bergabung melakukan longmarch menyusuri rute yang sudah ditentukan dengan mengarak 16 joli atau tandu patung dewa dan dewi.
Selain diiringi berbagai tabuhan musik khas tionghoa, kirab budaya Cap Go Meh juga melibatkan tim Drum Band dari AKMI sebagai pembuka jalan, diramaikan juga dengan atraksi barongsai dan naga liong.
Tak cuma meriah oleh para peserta kirab, puncak Cap Go Meh kemarin juga menjadi daya tarik tersendiri bagi ribuan warga lain untuk menyaksikan Kirab Budaya kemarin.
Dengan mengambil start dari Wihara Dewi Welas Asih di Jalan Yos Sudarso, Lemahwungkuk, rombongan pawai menyusuri jalan sesuai dengan rute yang telah ditentukan.
Yakni, jalan Pasuketan - Jalan Pekiringan - Jalan Parujakan - Jalan Sukalila Selatan - Jalan Karanggetas - Jalan Panjunan - Jalan Jagabayan - Jalan Winaon - Jalan Kanoman - Jalan Talang - Jalan Kebumen - hingga finish kembali di Wihara Dewi Welas Asih.
Pada kirab tersebut, para warga tionghoa terlaut dalam sukacita, mereka tak peduli walaupun berjalan dibawah teriknya matahari, namun tetap bersemangat memanggul patung-patung dewa yang disakralkannya.
Saat diwawancarai sejumlah wartawan, Pandita Muda di Vihara Welas Asih, Romo Yanto Agadamo menyampaikan bahwa untuk tahun ini, perayaan Cap go Meh di Wihara Dewi Welas Asih lebih ramai dengan bertambahnya joli yang diarak peserta kirab, jika pada tahun sebelumnya hanya 15 patung dewa-dewi saja, maka tahun ini ada bertambah satu joli.
\"Tahun kemarin hanya 15 tandu, tahun ini bertambah dan mudah-mudahan tahun depan lebih ramai lagi,\" ungkap Yanto.
Selain dari Kota Cirebon, lanjut yanto, Joli atau tandu patung dewa yang diarak pada kirab kemarin juga berasal dari beberapa daerah lain, seperti diantaranya ada dari Jatibarang, Indramayu, Plered, Arjawinangun, Losari, Ciledug.
Dengan adanya kirab budaya Cap Go Meh ini, Yanto melihat secara jelas sekali adanya kesatuan dan persatuan diatas perbedaan etnis yang sangat mencolok. Kebersamaan masyarakat sangat hidup, semua larut dalam kemeriahan puncak Cap Go Meh kemarin, dan bukan hanya sebagai rutinitas tionghoa, kirab budaya kemarin benar-benar menjadi pesta rakyat.
\"Tadi bisa dilihat sendiri, mereka berbaur, nampak keindahan persatuan yang muncul dari perbedaan yang ada, keragaman dan kebhinekaannya nampak sekali, Kirab Budaya pada puncak Cap Go Meh ini adalah pesta rakyat,\" jelas Yanto.
Dengan adanya kirab budaya Cap Go Meh, meskipun itu merupakan kebudayaan warga tionghoa, Yanto mengajak kepada seluruh masyarakat untuk sama-sama menghargai kekayaan budaya yang ada di Indonesia. Berangkat dari situ, masyarakat harus bisa mencarai nilai-nilai persatuan dari semua perayaan budaya yang ada.
\"Kita harus bersatu, dengan agenda Cap Go Meh ini kita bersatu, kita maju dan kita junjung tinggi NKRI, dan suatu keistimewaan disini, kita bisa berbaur, semua ada tanpa membedakan suku dan ras, termasuk banyak dari kaum muslim yang merasa terhibur, terlihat indah sekali,\" katanya.
Sementara itu, salahsatu warga tionghoa yang ikut merayakan Cap Go Meh di Wihara Dewi Welas Asih, Dian mengharapkan pada tahun yang dilambangkan dengan Shio Anjing Tanah ini, peruntungannya selalu ditambahkan oleh dewa dan kesejahteraan selalu menyertai kesehariannya.
\"Tahun ini dilambangkan dengan shio Anjing Tanah. Jadi, di sepanjang tahun 2569 kita harus bekerja keras, terus bersemangat dalam meraih ke suksesan, itu yang kita panjatkan saat sembahyang Imlek,\" harapnya. (sep/jri)