RAKYATCIREBON.CO.ID – Banjir yang menerjang sejumlah wilayah di Cirebon dan Kuningan mendorong pemerintah daerah masing-masing untuk berkoordinasi. Kemarin, tiga pemda, yakni Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon menggelar rapat koordinasi, di Balaikota Cirebon.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Ir Bob Arthur Lombogia MSi menjelaskan, salah satu penyebab banjir di wilayah Cirebon dan Kuningan adalah pendangkalan atau sedimentasi di dua sungai besar tersebut.
“Pendangkalan disebabkan material longsoran, kondisi di daerah hulu yang sudah tidak baik lagi, sehingga saat hujan, material terbawa air masuk ke sungai. Sehingga sungai-sungai mengalami pendangkalan,” ungkap Bob, saat menghadiri rapat koordinasi itu.
Menurutnya, penanganan utama sekaligus antisipasi banjir adalah dengan menangani sedimentasi yang terjadi di sungai-sungai, baik Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, hingga Kabupaten Brebes. “Dari hulu sampai hilir hampir semua sedimentasi. Belum bisa didata berapa tingkat sedimentasinya, karena air masih tinggi,” ujar Bob.
Hanya saja, dikatakan dia, curah hujan tinggi mencapai 236 mm, juga menjadi faktor banjir. Oleh karenanya, debit air yang mengalir ke sungai tinggi. Di Cisanggarung, aliran airnya mencapai 1291 m3/detik. Sedangkan kapasitasnya 800 m3/detik.
“Kemudian tanggulnya juga berusia tua. Kita akan kaji, titik mana untuk diperbaiki. Terutama daerah rawan. Kalau tanah, tidak masalah. Karena ada sekitar 599 titik kritis di Cimanuk-Cisangarung. Rawan tergerus, sehingga kalau banjir bisa jebol,” tuturnya.
Disebutkan Bob, dalam setahun terakhir ini, sedimentasi yang terjadi di Sungai Cimanuk mencapai 2 juta m3 dengan panjang bentangan 188 km.
Sedangkan Sungai Cisanggarung belum diketahui tingkat sedimentasinya. BBWSCC sendiri akan mengupayakan membangun cekdam atau sejenis bendungan pengendali banjir di kedua sungai besar itu. “Sehingga material lumpur tidak masuk ke sungai,” katanya.
Di sisi lain, Bob juga menuturkan, upaya penanganan banjir secara umum, diantaranya dengan perencanaan menyeluruh terhadap pengendalian banjir, penertiban sempadan sungai, daerah parkir air untuk dipertahankan sebagaimana fungsinya, perizinan yang mempertimbangkan kerawanan terhadap banjir (daerah retensi) dan lonsoran sungai (pinggiran sungai).
“Beberapa inovasi yang bisa dilakukan, diantaranya pembuatan sumur resapan dan biopori di lahan kritis, pembuatan regulasi tentang persyaratan pembuatan resapan di kawasan perkantoran, sekolah, perumahan, dan fasilitas umum lainnya dengan konsep pemanenan air hujan,” terangnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Permen PUPR Nomor 4/PRT/M/2015 wilayah kerja BBWSCC, terdapat 25 Daerah Aliran Sungai (DAS), dengan 2 DAS utama yakni Cimanuk dan Cisanggarung.
Dengan wilayah meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Brebes, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Indramayu.
Di tempat yang sama, Pjs Walikota Cirebon, Dr H Dedi Taufikkurohman MSi juga mengakui, pendangkalan sungai menjadi pemicu banjir. Termasuk terganggunya DAS. “Terjadi pendangkalan, penyempitan sungai, sampai banyaknya bangunan di wilayah DAS,” kata Dedi.
Menurutnya, penanganan banjir harus dilakukan dari hulu hingga hilir, secara menyeluruh. “Memang penangannya harus dari hulu di Kuningan sampai ke hilir di Kota Cirebon. Tidak bisa ditangani secara parsial, harus holistik,” katanya.
Senada disampaikan Asisten Pembangunan Setda, Drs H Dadang Supardan MSi. Di sana, terjadi tiga bencana alam, yakni pergerakan tanah, longsor dan banjir. “Sampai saat ini pemprov sudah memberikan bantuan. Dari Ciamis juga sudah turun. Kita tidak minta ke Cirebon, karena Cirebon juga terdampak,” ungkap Dadang.
Akibat bencana alam itu, disebutkan Dadang, Kabupaten Kuningan membutuhkan sedikitnya 1.500 unit rumah untuk relokasi warga. “Kita butuh 1.500 rumah yang harus dibangun. Mudah-mudahan ada intervensi dari pemerintah pusat,” katanya.
Diakui Dadang, Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang paling hijau se-Jawa Barat. Artinya, keseimbangan lingkungan terjaga dengan baik. Hanya saja, pendangkalan sungai relatif tinggi.
“Kuningan itu paling hijau se-Jabar. Tapi sudah terlalu lama tidak ada pengerukan sungai. Terutama di Cisanggarung,” katanya. (jri)