WASPADA! Bukan Sekadar Larangan Main, Kemendikbud Minta Orang Tua "Blokir" Roblox di Rumah
WASPADA! Bukan Sekadar Main, Kemendikbud Minta Orang Tua "Blokir" Roblox di Rumah. Foto ilustrasi: Pinterest/ Rakyatcirebon.disway.id--
RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Belakangan ini, jagat pendidikan dihebohkan dengan imbauan keras dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang meminta orang tua untuk melarang, atau setidaknya membatasi secara super ketat, anak-anak sekolah, terutama yang masih di jenjang SD, bermain game online Roblox. Ini bukan sekadar larangan sepele, tapi alarm serius dari pemerintah tentang bahaya tersembunyi di dunia digital yang harus ditanggapi serius oleh Ayah dan Bunda di rumah.
Kenapa Roblox Jadi "Musuh" Baru di Sekolah?
Inti dari peringatan keras yang dilontarkan Mendikdasmen sebenarnya terletak pada kekhawatiran yang sangat mendasar: perkembangan mental dan perilaku anak.
1. Bahaya "Meniru" Kekerasan (Anak Belum Bisa Membedakan!)
Ini masalah utamanya. Roblox, sebagai platform yang memungkinkan pengguna membuat berbagai macam game, rentan disusupi konten dengan unsur kekerasan yang eksplisit.
Gini, lho: anak SD itu adalah peniru ulung. Kalau di game mereka lihat ada adegan membanting, meninju, atau kata-kata kasar, mereka cenderung berpikir, "Oh, ini normal." Mendikdasmen khawatir, perilaku yang dianggap biasa di dalam game bisa mereka tiru saat berinteraksi dengan teman di sekolah. Dampaknya? Perilaku emosional yang buruk dan potensi perkelahian nyata.
2. Konten Dewasa, Bullying, dan "Orang Asing"
Roblox adalah dunia terbuka. Artinya, anak-anak berisiko tinggi terpapar hal-hal yang tidak sesuai usia. Bayangkan, anak Anda bisa saja:
- Melihat konten yang tidak senonoh secara tidak sengaja.
- Menjadi korban cyberbullying oleh pemain lain.
- Didekati oleh orang dewasa yang berpura-pura menjadi anak-anak (grooming) di ruang chat tanpa pengawasan Anda.
Meskipun Roblox punya fitur kontrol orang tua, kenyataannya para peneliti menemukan bahwa kontrol tersebut seringkali tidak seefektif yang diharapkan.
BACA JUGA:Cheating Merusak Esports Indonesia: Dampak Parah Cheater pada Kesehatan Komunitas Game FPS & MOBA
3. Kesehatan Fisik dan "Si Anak Mager"
Terlalu lama main game juga merusak secara fisik. Mendikdasmen menekankan, kebanyakan main game bikin anak jadi mager (malas gerak).
"Kalau kebanyakan mager, motoriknya kurang bergerak, peredaran darahnya kurang lancar, dan mereka kemudian jadi anak yang emosional juga," jelas beliau. Tubuh yang kurang gerak berpotensi mengganggu perkembangan fisik dan memicu anak jadi lebih gampang marah.
Peran Kunci Orang Tua: Jangan Cuma Nrimo Larangan
Peringatan dari Kemendikbudristek ini jelas bukan untuk menyudutkan game, tapi untuk meminta orang tua turun tangan. Pemerintah bilang, pendidikan dan perlindungan anak adalah sinergi antara sekolah, lingkungan, dan yang paling penting: Anda.
Lalu, apa yang harus dilakukan di rumah?
- Batasi Waktu secara Brutal: Terapkan batasan waktu yang ketat untuk penggunaan gawai, dan jangan pernah biarkan anak bermain tanpa batas. Penggunaan gawai harus diarahkan ke hal yang edukatif, bukan sekadar hiburan kosong.
- Dampingi dan Kepo: Jangan cuma memberikan HP, tapi dampingi! Orang tua wajib tahu anak sedang main apa, chatting dengan siapa, dan game jenis apa yang dia akses. Menjadi "kepo" di sini adalah bentuk perlindungan.
- Tanamkan Literasi Digital: Ajari anak memilah informasi. Jelaskan bahwa apa yang ada di dunia maya (termasuk kekerasan di game) itu berbeda dengan dunia nyata. Arahkan mereka pada konten yang mengajarkan problem solving dan berpikir kritis (seperti kartun edukatif).
BACA JUGA:Kenapa Susah Berhenti Grinding? Ini Dia Trik Biologis Game Online untuk Memompa Dopamin di Otak Kita
Singkatnya, Anda adalah firewall terbaik bagi anak Anda. Dunia digital akan selalu berkembang, akan selalu ada game baru yang menantang. Tapi, nilai dan kesadaran yang Anda tanamkan hari ini akan jadi benteng pertahanan mereka agar tetap bijak, sehat, dan aman di dunia maya. Roblox hanyalah pemicu, masalah sebenarnya adalah pengawasan kita sebagai orang tua.(*)
Sumber: