Dualitas Kesulitan Roguelike yang Brutal: Alasan Megabonk Dicintai sekaligus Dibenci

Dualitas Kesulitan Roguelike yang Brutal: Alasan Megabonk Dicintai sekaligus Dibenci

Dualitas Kesulitan roguelike yang Brutal: Alasan Megabonk Dicintai sekaligus Dibenci. Foto ilustrasi: Pinterest/ Rakyatcirebon.disway.id--

RAKYATCIREBON.DISWAY.ID - Mari kita hadapi kenyataan: game Roguelike adalah jenis hiburan yang aneh. Mereka meminta kita untuk menghabiskan waktu berjam-jam, membangun karakter dengan susah payah, hanya untuk dibanting kembali ke nol oleh satu kesalahan bodoh, atau, lebih parah, oleh nasib buruk yang konyol. Kita menyebutnya kesulitan yang "megabonk": sangat brutal hingga rasanya tidak masuk akal.

Ironisnya, penyiksaan digital inilah yang membuat genre seperti Hades, Slay the Spire, atau The Binding of Isaac begitu dicintai, sekaligus sangat dibenci.

Mengapa kita punya hubungan cinta-benci yang intens dengan game yang secara harfiah diciptakan untuk membuat kita frustrasi? Jawabannya terletak pada dualitas yang rumit ini.

BACA JUGA:Monke si Raja Dinding: Mengulik Karakter Megabonk yang Paling Unik (dan Sulit Dikuasai)

Sisi yang Membuat Kita Kecanduan: Penderitaan yang Bermakna

1. Kemenangan Itu Terasa "Sangat Mahal"

Di dunia gaming modern, sering kali kita dimanjakan dengan checkpoint atau save file instan. Roguelike melemparkan aturan itu ke luar jendela. Permadeath adalah jantungnya.

Karena taruhannya begitu tinggi, semua progress fisik hilang, keberhasilan dalam Roguelike terasa jauh lebih berharga. Saat Anda akhirnya berhasil mengalahkan bos yang sudah berulang kali membuat Anda rage quit, itu bukan sekadar menyelesaikan level.

Itu adalah kemenangan pribadi yang diraih melalui darah, keringat, dan lusinan kegagalan. Kepuasan ini murni, tidak terkontaminasi oleh kemudahan save scumming.

2. Belajar Mati: Evolusi Skill Pribadi

Setiap kematian yang brutal, yang menjengkelkan, sebenarnya adalah umpan balik yang jujur dari game. Kita dipaksa untuk benar-benar memahami mekanika game. Kita harus menghafal pola musuh, mengenali sinergi item mana yang 'OP' (overpowered), dan kapan waktu terbaik untuk mundur.

Game mungkin mengatur ulang karakter kita, tapi game tidak pernah mengambil skill yang sudah kita dapatkan di otak. Ketika karakter mati, kita tahu diri kita sendiri telah berkembang. Kita menjadi lebih baik, lebih cerdas, lebih mahir. Inilah yang membuat kita menekan tombol "Mulai Lari Baru" lagi dan lagi. Kita tidak ingin mengalahkan game-nya, kita ingin menguasai diri kita di dalam game itu.

3. Kejutan yang Selalu Baru

Berkat level yang dibuat secara prosedural, Roguelike menjamin bahwa kita tidak akan pernah mengulang pengalaman yang sama persis dua kali. Variasi ini didukung oleh tingkat kesulitan yang tinggi.

Setiap lari adalah eksperimen baru. Apakah build aneh ini akan berhasil? Apakah item yang buruk kemarin bisa diselamatkan oleh item lain hari ini? Kesulitan brutal menjaga tensi dan membuat setiap lari terasa penting.

BACA JUGA:Guide Pemula Megabonk: 5 Sinergi Senjata Paling OP untuk Bertahan 30 Menit

Sisi yang Memicu Rage Quit: Ketika "Megabonk" Terasa Curang

1. Ketika RNG Mengkhianati Anda

Ini adalah keluhan abadi bagi para pemain Roguelike: kematian yang disebabkan bukan karena kurangnya skill, melainkan oleh RNG (Random Number Generator) yang jahat.

Bayangkan Anda sudah bermain selama 90 menit, build Anda hampir sempurna, namun di level terakhir, game memutuskan untuk memberi Anda kombinasi item terburuk di dunia dan menempatkan tiga musuh paling mematikan di satu ruangan sempit.

Sumber: