Punya Ratusan Karya, Mayoritas tentang Keindahan Kota Cirebon

Punya Ratusan Karya, Mayoritas tentang Keindahan Kota Cirebon

GAIRAH. Guna membangkitkan lagi gairah kesusastraan Tionghoa, para penulis dari etnis Tionghoa mengadakan pertemuan, Selasa (26/7) di Grand Cin Yen. Mereka berkumpul juga untuk menyambut kedatangan Tjutju Widjaja penulis sastra Tionghoa dari Bandung.--

Cirebon memiliki karya sastra yang melimpah. Mulai dari sastra yang ditulis di naskah kuno, sampai karya sastra modern yang ditulis di buku maupun dapat dibaca secara cuma-cuma di internet. Lao Bing, salah satu sastrawan Tionghoa asal Cirebon yang punya ratusan karya.

RAKYATCIREBON.ID, TRADISI menulis telah berlangsung lama. Salah satu karya sastra yang paling legendaris dan popular adalah Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Wangsakerta. Naskah kuno ini bercerita tentang sejarah Cirebon ratusan tahun silam.

Selain Wangsakerta, Cirebon juga punya penulis legendaris lain yang karyanya jadi referensi penulis modern hingga kini. Tradisi menulis sastra di Cirebon tidak mati. Justru kian bermunculan para penulis baru.

Nama beken seperti Arifin C Noer, Nurdin M Noor, Ahmad Syubbanudin Alwy, Made Casta, Nissa Rengganis, Mokhtar Zaidin hingga drh Bambang Irianto menjadi generasi penulis sastra selanjutnya dari Cirebon. Karya mereka telah dibaca luas oleh berbagai kalangan.

Namun tak banyak yang tahu, rentang tahun 1965 sampai 2005 pernah eksis sastrawan asal Cirebon beretnis Tionghoa. Nama aslinya Tan Siauw Sien namun lebih dikenal Lao Bing. Dia adalah sastrawan Tionghoa produktif yang pernah dimiliki Cirebon. 

Kisah tentang Lao Bing diceritakan Pegiat Budaya Tionghoa asal Cirebon, Jeremy Huang. Jeremy mengatakan, Lao Bing telah menulis lebih dari 100 karya sastra berupa puisi, prosa, hingga cerpen. Ciri khas karya sastra Lao Bing terletak pada pemilihan diksi yang sarat makna.

"Para penggemar sastrawan Tionghoa pasti senang membaca tulisan Lao Bing. Ķarena karya sastra Lao Bing indah kalimatnya penuh makna. Tetapi sayang 2005, Lao Bing meninggal dunia sesudah mengikuti pertemuan sastrawan Tionghoa di Bandung," ujar Jeremy, kemarin. 

Menurut Jeremy, Lao Bing berarti pejuang tua. Nama pena itu menyimbolkan tekad Lao Bing terus berjuang di bidang penulisan hingga usia senja. "Setiap tulisannya, Tan Siao Sien selalu menggunakan nama Lao Bing sebagai nama penulisnya. Tan Siao Sien dijuluki sebagai Lao Bing," papar Jeremy.

Karya sastra Lao Bing banyak bercerita tentang keindahan Kota Cirebon. Lao Bing sosok sastrawan yang cinta tanah airnya, Indonesia. "Pernah suatu ketika dia meneteskan air mata saat menyanyikan rayuan pulau kepala. Dia juga pandai bermain piano. Orangnya sangat romantis," kenangnya.

Jasad Lao Bong dimakamkan di Sunyaragi Kota Cirebon.  Semasa hidup Lao Bing pernah menjadi guru di sekolah Tionghoa Chung Hua Swe Xiao di Cirebon. Lao Bing juga seorang pendiri Mandarin Study Centre Cirebon yang eksis hingga kini. 

Guna membangkitkan lagi gairah kesusastraan Tionghoa, para penulis dari etnis Tionghoa mengadakan pertemuan, Selasa (26/7) di Grand Cin Yen. Mereka berkumpul juga untuk menyambut kedatangan Tjutju Widjaja penulis sastra Tionghoa dari Bandung.

Pertemuan itu dihadiri Jeanne Laksana (Yuan Ni) Ketua Perhimpunan Penulis Tionghoa, Jap Tang Cen, Herliani SP, Sopyan Wijaya, Hardynata Chung dan Susi.

Jeremy berujar, salah satu tantangan sastra Tionghoa adalah redupnya gairah menulis. Saat ini, penulisan sastra Tionghoa dihadapkan pada kondisi kurangnya regenerasi. 

Ketua Perhimpunan Penulis Tionghoa se-Indonesia, Jeanne Laksana menambahkan, umumnya para penulis sastrawan Tionghoa berusia 50 tahun ke atas. "Sedikit sekali yang berusia 50 tahun ke bawah belum sampai taraf sebagai sastrawan hal ini membutuhkan waktu yang panjang," kata dia.

Sumber: