Perjuangan Transmen Cirebon Tegaskan Jenis Kelamin

Perjuangan Transmen Cirebon Tegaskan Jenis Kelamin

TRANSMEN. Maulana merupakan transmen berusia 31 tahun asal Cirebon yang aktif menulis mengenai isu gender. FOTO : SUWANDI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON - Maulana kini tidak ragu lagi berdiri di jajaran shaf (barisan) laki-laki saat hendak salat berjamaah di masjid dekat rumahnya di Kampung Pegajahan Utara, Kelurahan Jagasatru, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Maulana lega karena telah menemukan jati diri sebagai laki-laki. Dukungan keluarga dan tetangga membuatnya bersemangat menjalani kehidupan baru.

Maulana merupakan transmen berusia 31 tahun. Sejak lahir, dia diidentifikasi sebagai perempuan. Orang tua Maulana memberi nama perempuan, sebut saja Nana, bukan nama sebenarnya.

Saat bocah, Maulana menjalani peran dengan jenis kelamin perempuan. Dia bermain dan berpakaian seperti kebanyakan perempuan. "Saat masih kecil ya main sama perempuan," ungkap Maulana kepada Rakyat Cirebon, Rabu (3/7/2024).

Semasa Maulana di sekolah dasar, orang tua dan kakaknya kerap memakaikan rok, bando, dan aksesoris khas perempuan. Maulana kerap menolak dan risih. Namun, teman dan guru Maulana tetap memperlakukannya sebagai perempuan.

Memasuki usia remaja, Maulana mulai menyadari dirinya bukanlah perempuan. Dia sebenarnya tidak nyaman bermain dengan perempuan dan berpenampilan feminim. 

"Sejak dahulu saya merasa bukan perempuan seperti yang orang lihat," kata dia membuka obrolan panjang soal jati dirinya.

Situasi batin tidak menentu Maulana rasakan sejak kecil. Namun, dia sulit mengungkapkan gejolak batinnya lantaran keluarga dan orang terdekat Maulana mengenalnya sebagai perempuan.

Dalam suasana pilu, Maulana tetap melanjutkan hidup dengan kegamangan. Dia tetap bersekolah sebagai peserta didik perempuan hingga lulus perguruan tinggi. 

Bukan hal mudah bagi Maulana mencapai semua itu. Tidak hanya karena harus bergelut dengan tugas-tugas kuliah, tetapi menjalaninya dengan kekhawatiran. 

Saat itu Maulana yakin dia adalah laki-laki. Namun, karena secara administrasi namanya identik dengan perempuan dan berjenis kelamin perempuan, dia tidak bisa berbuat banyak. Dia terpaksa menjalani kehidupan sebagai perempuan.

Maulana khawatir jika dia berterus terang saat itu, maka ada penolakan dari orang-orang yang terlanjur mengenalnya sebagai perempuan. Di sisi lain, batinnya tidak kuat lagi menjalani peran yang bukan jati dirinya.

Apalagi saat itu Maulana kuliah di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) yang mewajibkan mahasiswi berkerudung saat berada di lingkungan kampus. Sebagai calon guru, Maulana memang dituntut mengikuti standar tertentu soal penampilan. 

Hingga wisuda tiba pada 2016, Maulana memakai baju toga dan berjejer di tempat duduk deretan mahasiswi. Dia menunggu dipanggil untuk prosesi pindah kuncir. 

Sumber: