Nekat Minum Racun karena Putus Sekolah

Advokat dan Ketua LBH Badan Pejuang Demokrasi Kota Cirebon, A Faozan TZ saat menemani Monyq yang masih terkapar di rumah sakit usai mencoba bunuh diri. FOTO : IST/RAKYAT CIREBON--
CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID — Remaja asal Kabupaten Cirebon, Monyq bin Nono Carli, nekat mencoba bunuh diri dengan meminum racun pembersih lantai. Alasannya karena tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
Aksi nekat ini terjadi pada Jumat malam (6/6) sekitar pukul 23.30 WIB, di sebuah toko buah di Pasar Kalitanjung, tempat ia bekerja sekaligus tinggal.
Korban berhasil diselamatkan setelah temannya, Dias, datang ke lokasi dan segera membawanya ke RS Gunung Jati, Cirebon. Peristiwa ini mengundang keprihatinan publik, terutama para pegiat hak pendidikan dan pemerhati sosial.
Monyq sebelumnya tercatat sebagai siswa di SMAN Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, pada tahun ajaran 2024. Namun, ia dikeluarkan dari sekolah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Kondisi ekonomi yang terdesak juga menyebabkan dirinya diusir dari tempat kos karena menunggak pembayaran.
Sejak itu, Monyq bekerja sebagai penjaga dan pelayan toko buah di pasar dengan upah hanya Rp20.000 per hari. Menjelang tahun ajaran baru, ia merasa putus asa karena tabungannya tak cukup untuk kembali bersekolah. Sementara sang ayah, Nono Carli, juga tidak mampu membiayainya.
Sebelum masuk SMA, Monyq menempuh pendidikan di MTs Pondok Pesantren Madinatun Najah, Kota Cirebon. Di sana, ia dikenal sebagai santri cerdas, aktif dalam kegiatan pidato, dan mampu berbahasa Inggris dengan baik. Namun prestasinya seolah tak berarti di tengah kemiskinan yang mencekiknya.
Menanggapi kejadian ini, Advokat dan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Badan Pejuang Demokrasi Kota Cirebon, A Faozan TZ, menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam keras lemahnya komitmen pemerintah terhadap hak pendidikan rakyat miskin.
“Ini bukan hanya tentang Monyq. Ini tentang semua anak bangsa yang hak pendidikannya dirampas karena kemiskinan. Apakah amanat Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sudah tidak punya makna lagi bagi para pejabat daerah dan pusat?” tegas Faozan dalam pernyataannya, Minggu (9/6).
Faozan menyebut bahwa peristiwa ini menjadi tamparan bagi para pemegang kekuasaan, mulai dari Wali Kota, Bupati, Gubernur, hingga Presiden, untuk lebih serius menunaikan tanggung jawab konstitusional mereka.
“Saya menyerukan kepada seluruh pejabat negara, jalankan lah amanat Pembukaan UUD 1945 sebagai landasan bernegara. Jangan biarkan kemiskinan terus memutus masa depan anak-anak seperti Monyq. Pendidikan adalah hak, bukan privilese,” lanjutnya.
Peristiwa ini memicu diskusi publik mengenai ketimpangan akses pendidikan di Indonesia, terutama di tingkat SMA yang kerap masih memerlukan biaya tinggi meskipun ada program bantuan pemerintah. LBH Badan Pejuang Demokrasi Kota Cirebon meminta pemerintah segera turun tangan agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
“Monyq hanya satu dari banyak anak yang terpaksa mengubur mimpi karena ketidakadilan sosial. Pemerintah tidak boleh diam,” pungkasnya. (zen)
Sumber: