Keluarga Korban Dugaan Malpratek Memohon Perlindungan Hukum dan Keadilan

Keluarga Korban Dugaan Malpratek Memohon Perlindungan Hukum dan Keadilan

RAKYATCIREBON.ID - Keluarga almarhumah Julia Susanti, korban dugaan malpraktik tenaga medis RS PMI Bogor, terus berusaha mencari keadilan. Pasalnya, kasus tersebut tak kunjung selesai meski terjadi di tahun 2019.

Ketidakpuasan terhadap pengusutan kasus tersebut disampaikan keluarga korban melalui Kuasa Hukum, Lumban Gaol. Menurutnya, banyak terjadi kejanggalan. Almarhumah Julia pada saat masuk RS PMI Bogor menggunakan faskes BPJS disuntik oleh perawat yang diduga memicu serangan jantung sehingga meninggal dunia.

Lumban mengatakan, permasalahan ini sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian. Namun hasil laporannya tidak memuaskan pihak keluarga korban. Melalui penasihat hukumnya keluarga korban selanjutnya melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri. Sebab dinilai adanya dugaan keberpihakan penyidik kepada pihak RS dan perawatnya.

Dengan adanya surat dari Irwasda dan Dirkrimus Polda Jabar bernomor : R/1010/VI/WAS.2.4/2021 dan surat bernomor : B/568/VI/2021/Dit.Reskrimus tertanggal 9 Juni 202 dan hasil klarifikasi Penyelidikan Laporan Informasi No. LI/260/VII/2020 Dit. Polda Jabar tanggal 30 Juli 2020.

Keluarga korban menyampaikan permohonan perlindungan hukum dan mohon keadilan. Dengan alasan yang mendasar pada pokok permasalahannya yakni memohon penyelidikan laporan No : LI/260/VII/Dit. Reskrimus Polda Jabar tanggal 30 Juli 2020 menjadi penyidikan.

Kemudian, memohon agar penyitaan rekam medis No. 0927495 atas nama almarhumah Julia, korban dugaan malpraktek di RS PMI Bogor, dilakukan secepat mungkin agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak ketiga.

Lumbam menegaskan, keluarga korban telah bertemu dan mendapat keterangan dari Kabiddokes Polda Jabar dan Dr Nurul Aida Fathya SpFM Msc, dokter akhli forensik dari Unjani (Universitas Ahmad Yani) yang ditunjuk oleh penyidik Dit. Reskrimus Polda Jabar.

Pernyataan Dr. Ade Firmansyah, Kepala Dept Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut menyatakan bahwa jenasah yang sudah meninggal dua tahun lamanya serta tidak diawetkan tidak dapat dilakukan autopsi.

Selain itu, lanjut Lumban, kekuarga korban juga memohon agar Dir. Krimsus Polda Jabar berkenan untuk memberikan resume keterangan ahli yang sudah dimintakan keterangannya secara tertulis oleh penyidik.

Para ahli itu antara lain keterangan Dr. Chaerul Achmad, dr.SP.JP (Ahli Kardiologi Unpad), Dr. Trully Deti Rose Msi, Sp.FK, Ahli Farmakologi Unpad) dan Dr. Maya Kusumawati (Ahli Penyakit Dalam Unlad). Sampai saat ini resume tersebut belum diperlihatkan kepada kuasa hukum korban.

Ditambahkannya, keluarga korban juga memohon agar penyidik untuk meminta bukti hasil pemeriksaan kejiwaan pasien BPJS sebagaimana tercantum dalam resume rawat inap pasien di RS PMI Bogor untuk segera dilakukan penyitaan namun sampai saat ini belum dilaksanakan penyidik.

Pakar Hukum Pidana, Dr. Chandra Tirta, SH. MH. dari Unas saat di konfirmasi awak media, mengatakan penyidik salah melakukan penerapan pasal pidana seharusnya pasal yang di terapkan Pasal 359, Pasal 360, dan Pasal 361 KUHP terhadap dokter dan perawat yang di duga telah melakukan kekeliruan diagnosis terhadap almarhumah Julia. \"Kasus ini murni Kasus Pidana bukan Kasus Perdata,\" kata Dr Chandra.

Lumban menyayangkan, pihak sudah mengirimkan surat kepada Dir. Krimsus Polda Jabar per tanggal 15 Juni 2021, sampai sekarang surat tersebut belum dijawab oleh penyidik.

Padahal, permohonan ini disampaikan dalam mendukung 16 program prioritas Kapolri, Listyo Sigit Prabowo di depan Komisi III DPR-RI Senayan dalam uji kelayakan (fit and proper test). Saat itu, Kapolri dengan tegas mengatakan tidak boleh lagi penegakan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Penegakan hukum tidak boleh memakai kaca mata kuda, tetapi melihat konteks masalah dan memperhatikan aspek sosial masyarakat.

Sumber: