Tarif Baru PNBP KP Membebani Nelayan

Tarif Baru PNBP KP Membebani Nelayan

RAKYATCIREBON.ID - Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN) mengancam akan melakukan aksi menolak tarif baru Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kapal Perikanan (KP). GONN menilai kebijakan tersebut membebani nelayan.

Ketua GONN yang juga Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT) Indramayu, Kajidin menyampaikan, penolakan kebijakan itu disuarakan berbagai unsur organisasi kenelayanan yang berada di tanah air termasuk di Kabupaten Indramayu.

Seperti SNT, Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI), Himpunan Nelayan Seluruh Infonesia (HNSI), Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU), Yamitra dan lainnya. Semuanya sepakat menolak Kepmen KP 86/2021 dan PP 85/2021 tentang tarif baru PNBP KP.

Penolakan tersebut didasari atas kondisi usaha yang sedang lesu. Bahkan sejak pandemi Covid-19, para pelaku usaha tangkap ikan dan nelayan di tanah air merasakan kondisi yang sulit.

Harga ikan turun tajam sampai 30 persen, dan harga-harga perbekalan nelayan naik hingga 20 persen. Terhitung sudah hampir 2 tahun para pelaku usaha tangkap ikan dan nelayan bertahan dengan kondisi tersebut.

\"Bukannya mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah malah sebaliknya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menaikkan tarif PNBP bagi kapal tangkap ikan,\" ungkapnya, Jumat (24/9).

Sebagai perbandingan, lanjutnya, salah satu kapal nelayan di Karangsong yang berukuran 139 Gross Ton (GT) baru saja mengajukan perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) di September 2021 ini. Pada tahun sebelumnya membayar PNBP sebesar Rp124.234.725, dan sekarang harus membayar Rp201.444.360.

\"Nelayan kita bisa beratahan hidup di masa pandemi seperti sekarang saja sudah bagus, belum lagi menghadapi perubahan alam yang berdampak pada lambatnya kita untuk mencari ikan di laut butuh waktu berbulan-bulan bahkan ada yang sampai 9 bulan,\" jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PPNSI Indramayu, Robani Hendra Permana. Ia secara tegas mengeluhkan atas sikap pemerintah yang dinilai tidak tepat menaikkan PNBP KP di tengah kondisi usaha yang sedang lesu. Dan akhir-akhir ini hasil tangkap ikan dan harga ikan sedang turun, namun pelaku usaha dipaksa untuk membayar PNBP lebih tinggi.

\"Pemerintah seharusnya lebih fokus pada sisi hilir perikanan, mendorong tumbuhnya sentra-sentra pengolahan produk perikanan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan nilai tambah bagi perikanan di Indonesia,\" ujarnya.

Untuk itu, GONN meminta kepada pemerintah untuk membatalkan berlakunya Kepmen 86/2021 dan PP 85/2021 tersebut. Langkah yang dinilai tepat ini demi menjaga keberlangsungan usaha para nelayan di tanah air.

Terpisah, Ketua HNSI Indramayu, Dedi Aryanto menyampaikan sepakat untuk menolak kebijakan yang tidak pro pada nelayan tersebut. Sektor lain seperti pariwisata, pertanian, dan lainnya mendapat subsidi dan relaksasi dari pemerintah, tapi nelayan malah dibebani dengan kenaikan PHP PNBP. \"Nelayan tidak disubsidi juga tidak masalah, yang penting batalkan kenaikan PNBP,\" kata dia.

Terhadap hal itu, Sekjen SNNU Jawa Barat, H Fauzan Adzim berpendapat, seharusnya pemerintah banyak memberikan solusi untuk menstabilkan harga ikan, membangun pusat pengelolaan hasil tangkap di masing-masing pelabuhan, membenahi minimnya sarana pelabuhan. \"Sehingga banyaknya ikan hasil tangkap dapat terserap dan pada akhirnya harga ikan lebih stabil,\" tukasnya. (tar)

Sumber: