Mahalnya Biaya Politik Memicu Perilaku Koruptif

Mahalnya Biaya Politik Memicu Perilaku Koruptif

Berikut petikan wawancaranya.

Dalam amatan hukum Anda sejauhmana kasus dugaan penyelewengan retribusi tujuh obyek wisata di Indramayu?

Negara kita menganut asas praduga tak bersalah (persumption of innocent) sehingga kita tidak bisa menjudge seseorang bersalah sebelum ada putusan hukum tetap. Dan kewenangan penyidik untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi sehingga kejaksaan negeri garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di daerah, sudah seharusnya menjalankan kewajibannya untuk menegakkan keadilan masyarakat. Saya harap kejaksaan tidak menangani korupsi dengan cara korupsi karena adanya sistem komando di kejaksaan rentan terjadinya praktek tersebut. Dimana sudah jadi rahasia umum adanya praktik jual beli pasal dan tuntutan dengan dalih adanya rencana tuntutan (rentut) dari atas (Kejati atau Kejagung. Artinya penanganan hukum harus murni melakukan penegakan hukum bukan karena pesanan yang rawan terjadi pada masa-masa tahun politik.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu melakukan pemeriksaan terhadap mantan bupati Indramayu Anna Sophanah, apa tanggapan Anda?

Siapapun mau tukang becak maupun mantan pejabat mempunyai kedudukan sama dimuka hukum dan harus tunduk hukum. Hukum jangan hanya tajam ke bawah. Sehingga siapapun harus siap dengan segala konsekwensinya hukum atas perbuatan yang dilakukan. Artinya hukum tidak boleh pandang bulu atau tebang pilih atau diskriminasi.

Biaya politik mahal dan ketidakmampuan calon kepada daerah menutup biaya politik jadi salah satu penyebab banyaknya kepala daerah korupsi. Bagaimana tanggapan Anda?

Benar, mahalnya biaya politik memicu perilaku koruptif. Dimana calon kepada daerah yang tidak mampu menutup biaya politik kemudian mencari sponsor. Tingginya biaya politik menyuburkan praktik oligarki dimana kekuasaan dan ekonomi ekonomi dikuasai segelintir kelompok.

Kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh kepala daerah masih tergolong tinggi. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa penyebab Kepala Daerah korupsi?

Antara lain karena biaya pilkada mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah dan kurangnya kepala daerah dalam memahami aturan. (*)

Sumber: