Mengenang Ratna Indraswari Ibrahim: Menulis Cerpen, Mengabarkan Kenyataan

Mengenang Ratna Indraswari Ibrahim: Menulis Cerpen, Mengabarkan Kenyataan

Dalam konteks tersebut, cerpen-cerpen Ratna sebenarnya tidak saja melawan hegemoni-hegemoni patriarki,  tetapi  juga  melawan  hegemoni  kapitalistis  yang selalu menampakkan manusia secara fisik. Dalam konteks itu pula, Ratna mau melakukan apa saja agar cerpen-cerpennya bisa dibaca. Ia memang tidak menginginkan dirinya menjadi terkenal, tetapi ia hanya ingin memberi pelajaran bahwa realitas yang terjadi tidaklah sama dengan tampilan di media massa yang sangat eksploitatatif. Mensosialisasikan cerpennya melalui sekolah-sekolah adalah upayanya untuk memberikan pemahaman dini terhadap siswa tentang persoalan ketidakadilan gender. Upaya ini ia lakukan agar siswa lebih terbiasa untuk memahami realitas yang sesungguhnya.

Penutup
Ratna Indraswari Ibrahim memang tidak terbiasa untuk diam tidak menulis. Menulis sudah menjadi bagian hidupnya. Namun, kebiasaanya untuk menulis telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Bila Ratna menulis, berarti ada ketidakadilan yang merajalela, ada penindasan yang kejam, ada korban yang jatuh, dan ada cinta yang tercabik. Bila Ratna menulis, berarti ada perempuan yang diperkosa, ada tanah yang digusur, ada aktivis mahasiswa yang dipukul, dan ada manusia yang terbantai. Ratna memang sosok penulis cerpen yang tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial yang ia tuliskan. Cerpen Ratna adalah saksi yang berbicara pada nilai-nilai kemanusiaan.

Semestinya kita dapat belajar dari  Ratna  bahwa  kesempurnaan  seseorang itu tidak akan diperoleh tanpa kita berupaya untuk menyempurnakan diri kita sendiri. Tidak ada satu pun yang bisa mengubah diri kita, kecuali diri kita sendiri. Itulah yang telah dilakukan oleh Ratna untuk mencari kesempurnaan dirinya. Ratna adalah saksi di mana keterbatasan fisik bukanlah hambatan seseorang untuk berbuat untuk sesamanya. Ratna telah membuktikan, meskipun ia tidak bisa menggunakan kemampuan fisik anggota tubuhnya, tetapi ia mampu memberi pencerahan melalui pikiran-pikirannya. Ratna dapat dijadikan saksi bahwa kekuatan pikiran lebih berbahaya ketimbang kekuatan fisik. Kekuatan fisik hanya tumbuh di dalam jasmani, tetapi kekuatan pikiran tumbuh di dalam jiwa. 


Tulisan ini dibuat pada tahun 2002
Pernah diterbitkan di: Jurnal Perempuan, No. 23, 2002  Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Mereka yang di Atas Persoalan, Kumpulan Profil dan Wawancara Jurnal Perempuan. 2013. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Sumber: