Chitra Dewi, Putri Bangsawan Keprabonan Cirebon yang Main Film

Chitra Dewi, Putri Bangsawan Keprabonan Cirebon yang Main Film

RAKYATCIREBON.ID-“Saya sudah tua, tidak perlu [piala] Citra. Kalau mau piala saya bisa beli sendiri, piala yang gede.”

Walaupun mengaku sudah tidak ingin menggendong Piala Citra karena merasa sudah tidak muda lagi, kenyataannya Chitra Dewi, yang sudah menginjak usia 45 itu, masih punya kesempatan memboyong sebuah piala dalam ajang Festival Film Indonesia 1979.

Untuk pertama kalinya, Chitra Dewi berhasil menyabet sebuah piala FFI untuk kategori Pemeran Pembantu Terbaik Wanita lewat film Gara-Gara Istri Muda arahan Wahyu Sihombing. Ia mengaku bukan satu-satunya bintang film “tua” yang mendapatkan penghargaan tahun itu.

“Kali ini yang tua-tua kebagian Citra seperti Sukarno M. Noor. Saya tentu bangga dong karena baru kali ini dapat Citra dalam usia segini,” tutur Chitra Dewi, seperti dikutip majalah S.K.M. (27/5/1979).

Chitra Dewi dikenal juga sebagai bintang film tiga zaman. Kariernya memanjang selama 38 tahun (1955-1993). Ia menghabiskan kurang lebih dua tahun dari masa kariernya itu di balik layar sebagai sutradara dan produser, sebagaimana dipaparkan Grace Swestin dalam makalah “In The Boys Club: A Historical Perspective on The Roles of Women in The Indonesian Cinema 1926-May 1998.”

Swestin mengimbuhkan bahwa Chitra Dewi merupakan satu dari empat sutradara perempuan satu-satunya yang pernah dimiliki Indonesia sebelum 1998. Di bawah perusahaan Chitra Dewi Film Production, ia pernah memproduksi lima buah film, tiga di antaranya merupakan arahannya sendiri. Pada 1973 Chitra Dewi memilih turun dari kursi sutradara dan produser karena kewalahan.

Sejak saat itu, Chitra Dewi memilih melanjutkan karier sebagai pemain film. Sebelum resmi mengakhiri kariernya di layar lebar dan beralih ke televisi pada 1993, Chitra Dewi sempat diganjar Penghargaan Kesetiaan Profesi 1992 oleh Dewan Film Nasional. Dilanjutkan dengan Lifetime Achievement Award dari Festival Film Bandung (FFB) pada 2007.

Satu tahun setelah menerima penghargaan terakhirnya, bintang yang bersinar berkat film drama populer Tiga Dara itu mengembuskan napas terakhir pada 28 Oktober 2008.

\"\"

Chitra Dewi bukanlah nama aslinya. Ia terlahir dengan nama Roro Patma Dewi Tjitrohadikusumo. Dari namanya saja sudah dapat diketahui bahwa Dewi masih berdarah bangsawan.

Dewi lahir pada 26 Januari 1934 dari seorang ayah yang masih satu satu garis keturunan dengan Keprabonan Cirebon. Tidak ada satu pun di antara keluarganya yang memiliki ikatan dengan dunia perfilman Indonesia kala itu. Bahkan, menurut penuturan Dewi, keluarganya sempat memandang rendah karier bintang film.

Pada masa itu, stigma yang diterima bintang film tidak berbeda dengan apa yang diterima pemain panggung sandiwara atau anak wayang. Perempuan dianggap tidak pantas menjadikan dirinya sendiri sebagai bahan tontonan atau bahan ledekan orang banyak. Seolah tidak terpengaruh, akhirnya Dewi nekat juga menjajal profesi bintang film.

“Saya ya jadi sedih. Tetapi keadaan ini juga mendorong saya untuk membuktikan bahwa karir ini bisa dititi dengan bersih,” kata Dewi, seperti dikutip Kompas (16/12/1990).

Sejak kecil sebenarnya Dewi sudah penasaran dengan dunia film. Begitu lulus dari SMP, ia diam-diam melamar ke Perusahaan Film Nasional (Perfini) milik Usmar Ismail. Meskipun mengaku tidak memiliki pengetahuan apa-apa di bidang film, toh, nyatanya Dewi berhasil mendapatkan peran kecil di film Tamu Agung.

Sekitar tahun 1955, Usmar Ismail yang baru kembali dari California untuk belajar sinematografi sedang kepikiran membuat adaptasi film musikal berjudul Tiga Dara. Menurut Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil \"Petite Histoire\" Indonesia Jilid 2 (2009: 37-38), Usmar terinspirasi dari film Amerika berjudul Three Smart Girls yang ditontonnya ketika masih menjadi siswa MULO.

Sumber: