Pemkab Perpanjang Status Darurat Banjir

Pemkab Perpanjang Status Darurat Banjir

\"sejumlah

RAKYATCIREBON.CO.ID – Bencana banjir yang melanda Kabupaten Cirebon dalam beberapa hari terakhir ini membawa dampak rusaknya sarana infrastruktur. Kerusakan itu membuat warga susah mendapatkan akses bantuan karena ketiadaan jalur lain untuk masuk ke lokasi banjir.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Rakcer, sarana infrastruktur terakhir yang mengalami kerusakan adalah Jembatan Cikaroya di Desa Gemulung Lebak, Kecamatan Greged. Jembatan itu terputus pada Jum’at (23/2) lalu akibat diterjang arus banjir.

Plt Bupati Cirebon Selly Andriyani Gantina mengatakan, pihaknya masih menunggu laporan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang terkait kerugian Pemkab Cirebon akibat infrastruktur yang rusak. Tak hanya jembatan, jalan-jalan yang masuk kewenangan Pemkab juga rusak akibat banjir yang terus merendam berbagai kecamatan.

Selain itu, Pemkab Cirebon telah menerapkan status darurat banjir sejak 9 Februari lalu, dan status tersebut diperpanjang pada Jumat (23/2) lalu hingga 12 hari kedepan.

Setidaknya terdapat 14 kecamatan yang masuk ke dalam darurat banjir, diantaranya Kecamatan Pasaleman, Ciledug, Losari, Waled, Gebang, Pabedilan, Plumbon, Pabuaran, serta Tengah Tani. Tadinya, kecamatan yang masuk ke dalam darurat banjir hanya terdapat sembilan kecamatan.

Pemkab Cirebon diakui Selly sudah berkoordinasi dengan Kabupaten Kuningan terkait banjir dari hulu sungai yang berasal dari Kuningan. Menurut Selly, aktifitas Gunung Ciremai yang terbilang masih aktif ikut berperan dalam bencana di Kabupaten Cirebon musiman itu.

“Kabupaten Cirebon itu berada di bawah kaki Gunung Ciremai. Gunung ini sangat aktif, tak heran kalau tanahnya selalu bergerak, akibatnya tanah menjadi labil, ini berpengaruh kepada Cirebon, antara lain bisa terjadi longsor juga,” kata Selly usai meninjau jembatan putus di Desa Gemulung Lebak, Sabtu (24/2).

Selain itu, maraknya galian C di wilayah hulu di Kuningan terdapat banyak galian C. Resapan air hujan yang seharusnya ditangkap oleh tanah akhirnya tidak terjadi,sebab lokasi hulu yang sudah berubah jadi galian C tersebut.

“Saya sudah bicara soal galian C ini, tapi Pemkab Kuningan pun merasa kesulitan untuk menertibkan galian C tersebut, ini berkaitan dengan wilayah konservasi yang kewenangannya ada di pemerintah pusat,” ujar Selly.

Selly menambahkan, Kabupaten Cirebon pun ‘dikepung’ oleh 500 anak sungai yang berasal dari 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk Cisanggarung. “Kabupaten Cirebon itu terkungkung oleh anak-anak sungai ini. Bisa terbayang tidak jika seluruh anak sungai ini meluap?,” katanya.

Selain itu, Selly juga mengomentari soal revisi Peraturan Daerah Ruang Tata Rencana Wilayah yang saat ini masih belum turun ke Kabupaten Cirebon. Menurutnya, Pemkab Cirebon akan melakukan evaluasi salah satu item yang akan dimasukkan ke dalam revisi, yaitu penambahan zona industri menjadi 10 ribu hektare dari yang tadinya hanya 2 ribu hektar yang rencananya akan dibangun di Wilayah Timur Cirebon.

“Kita akan lihat apakah penambahan zona industri ini akan mengubah eksisting lahan atau tidak,” katanya. Persoalan lainnya adalah Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWSCC) yang belum melakukan normalisasi di sejumlah sungai yang masuk kedalam kewenangan BBWSCC.

“Ternyata belum normalisasi dan pengerukan yang dilakukan BBWSCC. Di Kuningan itu ada longsor dan air bah, kemudian masuk ke Cirebon, maka ketika masuk ke Cirebon kan bawa sedimentasi. Saat membawa sedimentasi ini, sungai-sungai di Cirebon itu dangkal dan belum dilakukan normalisasi, makanya kita akan koordinasi dengan BBWSCC dalam waktu dekat ini,” katanya. (yog)

Sumber: