Generasi Muda Tak Tertarik Turun ke Sawah

Generasi Muda Tak Tertarik Turun ke Sawah

MAJALENGKA - Memasuki musim tanam pertama paska kemarau, keberadaan buruh tanam atau tandur semakin sulit dicari, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Majalengka. Buruh tandur yang ada pun umumnya sudah berusia lanjut.
\"petani
Petani Majalengka mulai tanam padi. Foto: Hasan/Rakyat Cirebon
Semakin langkanya tenaga buruh tandur, merupakan berkah tersendiri bagi mereka, karena order atau pekerjaan tanam lebih banyak. Bahkan mereka harus berpindah pindah lokasi atau persawahan yang hendak ditanami. 

Hal itu seperti halnya dilakoni beberapa perempuan paruh baya dari wilayah Kecamatan Jatitujuh, yang tengah menanam padi di persawahan blok Carik desa Jatitengah. Di sana, mereka ada yang memiliki ikatan persaudaraan, akan tetapi juga tinggal bertetangga.

Untuk mengerjakan tugas tanam padi, mereka mengaku sudah berada di sawah sejak pukul 6.00 WIB. Setelah mendapat arahan dari pemilk sawah, delapan buruh tandur tersebut langsung mengambil bibit yang sudah dipersiapkan. 

Tanpa komando mereka langsung mengambil posisi saling berjajar. Dengan cekatan langsung  menanam bibit padi yang sebelumnya sudah diberi garis, sebagai penanda titik tanam.

\"Kami sudah belasan tahun jadi buruh tandur. Awalnya memang terasa berat, tetapi sekarang sudah biasa. Daripada di rumah saja, ya lebih baik mencari tambahan hasil, jadi buruh tandur,\" ungkap Karwi (50) Kamis (23/11).

Usai tanam padi sekitar pukul 11.30 WIB, dengan kaki dan tangannya penuh lumpur, dia mengatakan jam kerja buruh tandur hanya setengah hari, atau hingga menjelang shalat Dhuhur. Waktu tanam dilaksanakan pagi hari, alasannya karena tanaman dapat lebih cepat menyesuaikan dengan lingkungan. \"Tanam mulai pagi hingga tengah hari,\" katanya. 

Karwi mengatakan, sekarang ini yang menjadi buruh tandur kalangan usia tua. Regenerasi juga berlangsung alamiah, itu pun jika masih ada anak muda yang tertarik kerja di sawah.

\"Tinggal yang tua-tua saja. Yang muda tidak tertarik turun ke sawah, mereka  lebih  senang kerja di pabrik atau menjadi TKI. Apalagi sekarang di wilayah Ligung, Sumberjaya sudah banyak berdiri pabrik. Lebih bergengsi kerja di kota, upahnya lebih besar,\" tuturnya.

Didampingi teman sekerjanya, Tuti (55), dia mengatakan sebagai buruh tandur, mendapat upah Rp50 ribu Upah tersebut naik Rp5 ribu dibanding tahun sebelumnya. Upah yang diterima, tidak termasuk ongkos perjalanan ke lokasi yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari rumah.

\"Biasanya kalau jauh pemilik sawah menyediakan angkutan. Upah sudah bersih. Berat jika harus menanggung ongkos jalan. Selain itu juga masih mendapat makan dan jajan. Yah lumayan lah buat tambahan hasil,\" kata Tuti. 

Saat musim tanam kali ini, lanjutnya, hampir setiap hari mendapat order tandur. Tenaga yang terlibat, disesuaikan dengan permintaan pemilik sawah. Semakin luas sawah, tentunya buruh tandur juga semakin banyak. Namun demikian umumnya berkisar 5 - 10 orang.

\"Setelah mendapat order, saya langsung beritahu teman yang biasa ikut tandur. Demikian pula jika teman menerima pekerjaan, juga disampakan kepada yang lain. Karena tenaga semakin terbatas, kadang pemilik sawah juga menunggu, kadang sampai empat hari,\" ungkapnya.

Tuti memperkirakan musim tanam kali ini akan berlangsung hingga akhir bulan Desember. Namun demikian,  dia bersama dengan teman seprofesinya hanya melayani tandur yang ada di seputaran kecamatan Jatitujuh saja.

\"Tidak sampai jauh-jauh, cukup sekitar Jatitujuh dan Kertajati saja. Biasanya setelah tandur, dapat kerja membersihkan gulma, akan tetapi tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit,\" ujar Tuti.

Menyinggung soal suka duka sebagai buruh tandur, dia mengaku dukanya jika sedang tanam turun hujan. Alasannya karena pekerjaan dapat terganggu. Sedangkan sukanya, karena dapat tambahan penghasilan.

Meski pun selama ini banyak mengandalkan kehidupan sebagai buruh tani, dia mengaku anaknya tidak ikut bekerja di sawah. Alasannya karena sebagai pekerjaan buruh tani sangat berat.

\"Kalau panas terik matahari itu mah sudah biasa. Justru kalau hujan kadang tandur dihentikan, menunggu hujan reda. Ya kalau saya sih lebih senang, jika anak kerja kantor. Jadi sekarang nyaris tidak ada buruh tandur yang usianya muda, semua sudah tua,\" tutur Tuti.(hsn)

Sumber: