APTI Desak Pemerintah Sahkan RUU Tembakau

APTI Desak Pemerintah Sahkan RUU Tembakau

CILIMUS - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia menyayangkan sikap pemerintah, yang seakan tidak peduli dengan kondisi mereka.


\"rakernas
Rakernas APTI. Foto: Aleh/Rakyat Cirebon

Padahal, menanam bahan baku r*kok ini menjadi sandaran hidup banyak petani di berbagai daerah.

Selain itu, kini petani juga merasa keberadaannya terancam pihak luar dengan berbagai hal. Selain itu pemerintah, seakan melebarkan jalan bagi asing untuk menguasai aset bisnis tembakau nasional.

“Atas permasalahan itulah, Rakernas ini para petani tembakau dari 11 Provinsi di Indonesia meminta DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Pertembakauan yang semangatnya melindungi keberlangsungan hidup petani tembakau,” kata Ketua APTI, Agus Parmuji ketika ditemui disela-sela Rakernas di hotel Horison Tirta Sanita, Selasa (20/12).

Menurutnya, UU itu sendiri sangat dinantikan oleh para petani tembakau sebaga payung hukum serta melindungi petani lokal, agar para pihak yang mengklaim anti tembakau memandang industri hasil tembakau dengan \"cara Indonesia”, bukan dengan cara asing.

Karenanya, semua ancaman regulasi yang tak adil, yang lebih mengutamakan kepentingan asing harus ditentang karena dinilai menjadi ancaman bagi kedaulatan ekonomi petani tembakau.

“Karena sumber ekonomi kami hanya tembakau, maka, regulasi dan kepentingan asing merupakan ancaman terhadap hak hidup petani tembakau. Hidup atau mati bersama tembakau, tak bisa ditawar-tawar,” dia menegaskan.

Ia melanjutkan, kebijakan yang dilandaskan pada semangat membasmi kretek hendaknya disadari penuh dilema. Karena di satu sisi terkait dengan kesehatan tetapi juga di saat yang sama mengancam penghidupan rakyat.

“Semestinya, mereka perlu berpikir agak sedikit mendalam, dengan menimbang sisi keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan. Jika betul mereka hendak menampilkan tata pemerintahan yang menjaga keutuhan bangsa,” tegas dia.

Menurutnya, tembakau impor dirasa meresahkan petani tembakau. Dalam dua tahun terakhir ini puluhan ribu ton tambakau petani tak terserap pabrik.

Pabrik lebih memilih tembakau impor dibanding temabakau petani lokal.

\"Jika kebutuhan tembakau dalam negeri masih kurang mengapa tembakau hasil panen para petani tidak terserap semua di gudang pabrik. Kenyataan di lapangan tidak ada kelangkaan tembakau bahkan justeru banyak tembakau yang tak terserap,\" katanya.

Ia juga menyebut, kebutuhan tembakau nasional mencapai 335 ribu ton pertahun, produksi tembakau nasional 250 ton, impor tembakau saat ini mencapai 40 persen dari kebutuhan.

Hal ini menjadikan petani tembakau terjepit, hasil panen tak semua terserap di pabrik.

Jika ini dibiarkan terancamnya kehidupan 2,3 juta petani tembakau di Indonesia. Petani terjepit situasi sulit karena murahnya harga tembakau dan rendahnya daya serap pabrik r*kok.

“Celakanya belum ada payung hukum jelas terhadap perlindungan petani. Diperparah dengan berbagai pelarangan yang eksesif dan tidak rasional, serta longgarnya impor,” katanya.

Dirinya meminta kepada pemerintah untuk segara disahkannya Rancangan Undang-Undangan Pertembakauan, dan alokasi dana bagi hasil cukai tembakau agar diprioritaskan untuk kesejahteraan petani.

“Kami menuntut agar pemerintah mengendalikan impor dan mengutamakan tembakau lokal,” jelasnya.

Sementara itu, perwakilan dari Kementrian Pertanian Kasubdin tanaman Iis Istoha mengungkapkan, Kementrian pertanian sendiri sangat mendukung dengan adanya rakernas ini, sesuai arah dari bapak dirjen sendiri menekankan kepada kami untuk menjalin kemitraan dengan para petani tembakau selanjutnya dilakukan pemetaan, serta binaan pabrik r*kok dimana saja.

“Dari data yang kami miliki, trend tembakau inpor sendiri menurun, oleh karena itu sebelum disahkannya RUU tembakau menjadi UU, kami akan melakukan pemetaan serta turun kelapangan untuk mengetahui wilayah mana saja yang berpotensi tembakau serta berapa kebutuhan tembakau nasional,” tuturnya.(ale)

Sumber: