Dunia Industri Ancam Kelestarian Lingkungan
SUMBER – Gencarnya pembangunan industri di kawasan Timur Cirebon, akan berdampak pada banyaknya galian c illegal yang bermunculan.
Sebab semakin banyaknya industri maka kebutuhan urugan juga akan meningkat. Oleh karena itu Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon mendesak pihak eksekutif untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan pertambangan.
“Bisa dibayangkan dari satu pembangunan saja misalnya PLTU itu membutuhkan berapa ribu bahkan juta kubik urugan?. Belum untuk kebutuhan industri lainnya, ini memberikan peluang bagi oknum untuk membuka galian c illegal. Maka perlu ketegasan dan pengawasan ketat dari eksekutif,” jelas Ketua Komisi II Cakra Suseno ST saat dikonfirmasi Rakcer, Senin (8/8).
Menurut Cakra meskipun saat ini kewenangan mengenai izin dan pengawasan masih pada provinsi, bukan berarti daerah diam saja jika ada galian c illegal.
Karena bagaimanapun juga provinsi akan tahu jika ada laporan dari daerah, artinya peran terpenting ada di pemerintah daerah.
“Kabarnya kewenangan mengenai izin dan pengawasan pertambangan akan dikembalikan ke daerah. Secara realnya belum, tapi tidak harus kita nunggu benar-benar dilimpahkan ke daerah,” tegasnya.
Cakra meyakini ada sejumlah perusahaan galian c illegal yang tersebar di sejumlah kecamatan. Seperti di Kecamatan Sindanglaut, Beber dan Dukupuntang.
“Kenapa harus diawasi dengan ketat, kita lihat bahwa dampak dari adanya galian c ini sangat serius. Tapi apakah penghasilan pajak pertambangan kita seimbang dengan dampak yang ditimbulkan? Saya kira berbanding terbalik, karena ada perusahaan yang illegal,” ungkapnya.
Banyaknya kegiatan industri di Kabupaten Cirebon, sambungnya seharusnya dapat memberikan pemasukan untuk kas daerah yang besar.
Sementara itu ditemui secara terpisah, Kepala Bidang Pengendalian dan Penggalian (galdal) pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Tata Sunirta mengungkapkan, banyaknya kegiatan industri jelas akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Kalau memang galiannya dari Kabupaten Cirebon jelas pajaknya masuk ke kita. Tapi kalau dari daerah lain ya tidak masuk ke kita,” jelasnya.
Untuk menghindari hilangnya potensi pajak dari galian c, lanjutnya maka perusahaan yang bersangkutan diwajibkan mengambil urugan hanya pada pihak ketiga yang legal.
“Biasanya kan ada MoU antara perusahaan dan pihak ketiga (pemborong, red), yang berisi tanah urugan hanya diambil dari perusahaan yang berizin,” jelasnya.
Jika hal itu semua maka penghasilan dari galian c akan signifikan. Namun demikian Tata mengakui ketika di lapangan nanti pasti akan menemui kendala. Banyak praktik kecurangan yang dilakukan perusahaan, seperti yang terjadi disejumlah pembangunan.
“Kan harga urugan perusahaan illegal jauh lebih murah, sehingga bisa membuat perusahaan tertarik. Misalnya dari kebutuhan 1 juta kubik, yang menggunakan urugan legal hanya berapa persennya. Di lapangan kan kita tidak tahu mana illegal mana tidak,” jelasnya.
Oleh karena itu ia meminta pihak perusahaan hanya menerima urugan dari perusahaan yang legal. Dan untuk menghindari adanya pengambilan urugan dari daerah lain, Tata meminta pemerintah membuka galian c di daerah.
“Untuk hitungan pajaknya itu tiap kibik, jadi per kibik pajaknya Rp5000 kemudian dikalikan jumlah kebutuhan setelah itu dikali 25 persen,” ungkapnya.
Disinggung mengenai jumlah perusahaan galian c dan pendapatan pajak dari pertambangan (galian c), Tata mengungkapkan jumlahnya cukup banyak.
“Jumlahnya cukup banyak mas, bisa di kroscek kebenarannya jika tidak percaya,” tuturnya singkat. (ari)
Sumber: