Predikat Kabupaten Layak Anak Kabupaten Cirebon Dipertanyakan
DIPERTANYAKAN. Predikat KLA Kabupaten Cirebon dipertanyakan sejalan dengan meningkatnya kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak. FOTO : IST/RAKYAT CIREBON--
CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Predikat Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Cirebon dipertanyakan. Hal itu, menyusul meningkatnya kasus kekerasan dan pelanggaran hak anak.
Mulai dari kekerasan seksual, perkawinan anak, pekerja anak, anak jalanan hingga persoalan perilaku berisiko di kalangan remaja.
Sorotan tersebut mengemuka dalam Workshop Edukasi Perlindungan Anak Partisipatif yang digelar Kelompok Masyarakat Peduli Perlindungan Anak (KMPPA) Cirebon Raya, kemarin.
Acara yang dihadiri tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan ormas, organisasi kepemudaan, BEM serta OSIS itu, ternyata tidak dihadiri pejabat DPPKBP3A Kabupaten Cirebon.
Program pemerintah, khususnya DPPKBP3A Kabupaten Cirebon dinilai belum menyentuh masyarakat bawah dan tidak menyesuaikan kebutuhan generasi Z.
“Programnya kurang inovatif dan minim pelibatan mahasiswa,” ujar Ari, perwakilan BEM dari salah satu kampus di Cirebon.
Ditambah, tidak adanya pejabat DPPKBP3A Kabupaten Cirebon dalam sesi dialog interaktif. Sikap tersebut dinilai sebagai minimnya sensitivitas terhadap persoalan perlindungan anak yang tengah menjadi perhatian publik.
“Kami mempertanyakan ketidakhadiran DPPKBP3A. Ini menunjukkan mereka tidak peka terhadap situasi dan tidak terbuka untuk berdialog dengan masyarakat,” tegas Iing, Ketua KMPPA Cirebon Raya.
Kata Iing, pejabat publik semestinya tidak bersikap eksklusif. Terlebih ketika acara membahas masa depan generasi muda. Iing meminta Bupati Cirebon, Drs H Imron MAg menegur bawahannya.
BACA JUGA:Serapan Anggaran Minim! Jelang Akhir Tahun, Rp1,48 Triliun APBD Kabupaten Cirebon Belum Terserap
Pasalnya Kadis PPKBP3A dianggap tidak menunjukkan etika dengan absen tanpa penyampaian permohonan maaf.
Perlindungan anak lanjut Iing, merupakan tanggung jawab bersama. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Negara, pemerintah daerah, keluarga, dan masyarakat memiliki kewajiban yang sama dalam menciptakan lingkungan aman bagi anak. Ya, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian.
"Perlindungan anak harus melibatkan seluruh komponen masyarakat dan dilakukan secara terbuka serta responsif,” ujar Iing.
Ia menambahkan, pembahasan soal anak bukan sekadar program teknis, melainkan menyangkut masa depan bangsa yang harus terlindungi dari pengaruh negatif.
Dewan Kode Etik KPAID Kabupaten Cirebon, Andri Mochamad Saftari menjelaskan pentingnya sinergi antar lembaga yang menangani isu anak agar tidak terjadi tumpang tindih tugas. Karena masing-masing lembaga memiliki peran berbeda.
“KPAID berada pada ranah promotif dan preventif, UPTD PPA menangani kasus, sementara DPPKBP3A berada pada tataran kebijakan makro," katanya.
"Jika fungsi ini berjalan baik, tidak akan ada pemborosan anggaran maupun tumpang tindih program,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan KPAID adalah bagian dari sejarah panjang perjuangan perlindungan anak di Cirebon. Itu sejalan dengan semangat pembentukan KPAI pada tahun 2002 ketika Indonesia menghadapi kondisi darurat kekerasan anak.
Akan tetapi, lanjut Andri, Kepala Dinas PPKBP3A Kabupaten Cirebon, Dra Indra Fitriyani MM, dalam sambutannya menyinggung Pasal 74 ayat 2 mengenai kebutuhan pembentukan KPAID.
Katanya, apabila dibutuhkan, pemerintah daerah dapat membentuk komisi perlindungan anak daerah.
Padahal pembentukan KPAID Kabupaten Cirebon sebelumnya didasarkan pada kajian mendalam terkait tingginya angka kekerasan anak serta keterbatasan pemerintah dalam penanganannya.
Mulai dari penggunaan gawai berisiko, perkawinan anak, hingga persoalan perilaku menyimpang. Itu menjadi alasan kuat bahwa pembentukan KPAID sangat dibutuhkan.
Ia juga mengungkap adanya informasi mengenai Surat Edaran Gubernur Jawa Barat melalui DP3AKB yang disebut-sebut melarang pembentukan KPAID di daerah. Andri menegaskan pihaknya akan mengonfirmasi hal tersebut secara resmi.
“Kami akan meminta kejelasan melalui Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Kepala daerah harus mendapatkan informasi utuh, tidak sepihak. Semua harus dibahas terbuka, karena ini menyangkut masa depan anak,” ujarnya.
Para pemerhati anak yang hadir dalam kegiatan tersebut menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Cirebon membuka ruang dialog yang lebih luas dengan masyarakat. Tidak menutup peluang kolaborasi dengan pihak independen.
“Sekarang era keterbukaan informasi. Pemerintah harus arif, bijak, dan mau melibatkan masyarakat,” tukasnya. (zen)
Sumber: