YSPDA dan KPI Ungkap Kekerasan Terhadap Perempuan Masih Tinggi
PERHATIAN. Ketua YSPDA, Yuyun Khoerunnisa dan Sekcab KPI Cabang Indramayu, Laely Khiyaroh, menyampaikan catatan akhir tahun dan rekomendasi untuk pemerintah daerah. FOTO: TARDIARTO AZZA--
INDRAMAYU - Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu (YSPDA) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menyebut kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Indramayu masih tinggi. Kondisi ini dipicu banyak faktor, termasuk sistem perlindungan daerah yang belum optimal.
Hal itu menjadi bagian dari catatan yang terangkum selama setahun terakhir. Sepanjang tahun 2025, kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan serius di Kabupaten Indramayu. Data dan pendampingan kasus yang dihimpun menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan masih tergolong tinggi, sementara sistem perlindungan yang tersedia belum sepenuhnya mampu menjamin rasa aman, pemulihan, dan keadilan bagi korban.
"Kondisi ini menegaskan bahwa penguatan layanan, kebijakan, serta kelembagaan perlindungan perempuan di tingkat daerah merupakan kebutuhan yang mendesak dan tidak dapat ditunda," jelas Ketua YSPDA, Yuyun Khoerunnisa diamini Sekcab KPI Cabang Indramayu, Laely Khiyaroh, Selasa (30/12/2025).
Untuk itu, YSPDA dan KPI menyampaikan catatan akhir tahun 2025 sebagai bentuk refleksi dan evaluasi atas situasi pemenuhan hak-hak perempuan di Kabupaten Indramayu. Laporan ini juga menjadi bagian dari upaya advokasi untuk mendorong hadirnya sistem perlindungan perempuan yang lebih terkoordinasi, berkelanjutan, dan berpihak pada korban.
Dipaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu tahun 2023, jumlah penduduk Kabupaten Indramayu mencapai 1.894.325 jiwa, dengan jumlah penduduk perempuan sebanyak 943.362 jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa hampir setengah dari penduduk Indramayu adalah perempuan.
"Dengan komposisi tersebut, perlindungan terhadap perempuan seharusnya menjadi prioritas utama dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan daerah," ujarnya.
Sepanjang tahun 2025, lanjutnya, P2TP2A Kabupaten Indramayu mencatat sebanyak 37 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sementara itu, YSPDA menangani secara langsung 12 kasus kekerasan terhadap perempuan melalui pendampingan psikososial, rujukan layanan, dan advokasi kasus.
"Fakta itu menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi dan belum sepenuhnya tertangani secara optimal," kata Yuyun.
Menurutnya, perbedaan jumlah data juga mencerminkan masih lemahnya sistem pendataan, keterbukaan informasi, serta akses pelaporan yang aman dan mudah bagi korban. "Banyak korban memilih untuk tidak melaporkan kasus yang dialaminya karena rasa takut, stigma sosial, tekanan keluarga, serta rendahnya kepercayaan terhadap sistem layanan yang tersedia," ungkapnya.
Dalam catatan akhir tahun ini juga menyoroti Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Indramayu yang tercatat sebanyak 21 kasus, merujuk data Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu tahun 2025. Kondisi tersebut menjadi indikator masih terbatasnya akses perempuan terhadap layanan persalinan, kesehatan reproduksi yang berkualitas, serta perlindungan bagi perempuan dan anak perempuan.
Selain itu, data dispensasi perkawinan pada tahun 2025 perkara yang dikabulkan sebanyak 329 permohonan (Data Kinsatker Badilag, 2025. Kemudian data pengaduan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Kabupaten Indramayu menurut data Disnaker pada tahun 2024 sebanyak 75 pengaduan.
"Minimnya keterbukaan data terkait dispensasi perkawinan anak serta pengaduan perempuan migran turut menjadi hambatan serius dalam upaya pencegahan dan perlindungan perempuan secara komprehensif," kata Yuyun lagi.
Disebutkan pula, momentum peringatan Hari Pergerakan Perempuan atau Hari Ibu pada 22 Desember 2025 seharusnya menjadi ruang refleksi bersama. Hal ini karena kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dipandang sebagai persoalan individual semata, melainkan merupakan persoalan struktural yang membutuhkan komitmen nyata dari negara dan seluruh pemangku kepentingan.
"Negara, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu, memiliki kewajiban untuk memastikan tersedianya sistem perlindungan yang mudah diakses, terkoordinasi, berkelanjutan, dan benar-benar berpihak pada korban," tegasnya.
Sumber: