Pandemi Masa Gemeente Cheribon

Sabtu 24-10-2020,02:05 WIB

Sampai tahun 1936, propaganda hidup bersih itu terus dilakukan para pembantu dokter pemerintah di berbagai poliklinik dan pos-pos pelayanan kesehatan. Mereka mempropagandakan minum air bersih matang, cara menimbun sampah, cara mencuci tangan dengan sabun, cara memelihara kebersihan lingkungan rumah, dan tidak mengonsumsi makanan warung. Memang program itu dilakukan oleh pemerintah, namun menurut pemberitaan dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad 29 Desember 1938, sebetulnya tindakan pemerintah itu sangat telat dan pelayanan kesehatannya tidak maksimal, sehingga wabah tifus sulit diatasi.

Sekalipun di tahun 1936 korban meninggal dunia akibat wabah typhus mengalami penurunan, wabah tifus tetap melanda masyarakat. Hanya saja dengan tipe yang berbeda, yaitu wabah typhus abdominalis yang tidak mematikan. Oleh karena itu, beberapa surat kabar milik Eropa itu banyak menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan propaganda kesehatan oleh pemerintah Kota Cirebon sangat minim karena sangat telat dilakukan. Selain itu pemerintah enggan meresponskritikan dan keresahanmasyarakat yang dipicu oleh ketakutan terhadap wabah typhus yang berkelanjutan. Kondisi ini menjadi penyebab wabah typhus tidak hilang sampai tahun 1940.

Surat kabar Teradjoe 28 Februari 1927 menyebutkan, bahwa sebenarnya masyarakat menolak pelayanan kesehatan modern bukan semata karena keengganan mereka menerima budaya Eropa, namun karena beberapa alasan, di antaranya lokasi pelayanan kesehatan yang ditawarkan hanya ada di kota, dan biaya pengobatan yang sangat mahal.

Kedua alasan itulah yang membuat mereka memiliki solusi tersendiri untuk hidup sehatnya. Mereka lebih memilih berobat ke dukun atau kiai karena bisa dibayar murah bahkan bisa dibayar dengan hasil pertanian yang dimilikinya. Terkadang, mereka berdiam diri di rumah dengan tidak melakukan pengobatan apa pun karena ketidakmampuannya untuk berobat.

Mayoritas masyarakat Cirebon meracik ramuan herbal untuk mengobati penyakitnya. Ramuan-ramuan herbal didapatkan dari keluarga dan/atau mengikuti praktik pengobatan keluarga kesultanan dengan menggunakan berbagai tumbuhan yang ada di sekitar kesultanan, dicampur air, madu, dan hewan pilihan. Ramuan tersebut mengikuti resep yang ditulis di dalam naskah milik Kesultanan Cirebon atau yang telah ditulis ulang oleh masyarakat. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait