RAKYATCIREBON.ID-Adanya indikasi politik uang pada perhelatan Pemilu 2019 bukan isapan jempol belaka. Penegasan itu disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari hasil investigasi, terdapat anggota legislatif dan pengurus partai yang melakukan penukaran uang asing.
“Dari hasil penelusuran PPATK selama periode pemilu 2019, terjadi penukaran berbagai valuta asing dari mata uang asing tertentu. Penukaran ini didominasi oleh anggota legislatif dan pengurus partai politik,” ujar Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, Jumat (13/12).
Tak hanya itu. Pihaknya juga mendapati beberapa kasus dalam Pemilu. Diantaranya 16 kasus yang terindikasi politik uang dan 72 calon anggota legislatif berstatus dinasti politik. “Riset PPATK juga mendapati 16 kasus terindikasi politik uang, dan sejumlah 72 calon anggota legislatif yang berstatus dinasti politik maupun dari calon pilkada 2018 yang tidak terpilih,” bebernya.
PPATK, lanjutnya, berhasil melakukan identifikasi transaksi uang yang mencurigakan. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran dana kampanye pemilu. “Di luar itu, riset PPATK juga berhasil mengidentifikasi modus dan indikator transaksi keuangan mencurigakan terkait pelanggaran dana kampanye Pemilu,” papar Badaruddin.
Atas kasus yang ditemukan, PPATK memberikan beberapa rekomendasi untuk evaluasi aturan dana kampanye pemilu. Aturan tersebut berkaitan dengan sumber penerimaan, batas sumbangan hingga larangan sumbangan.
“Rekomendasi kepada penyelenggara Pemilu. Antara lain mengevaluasi aturan dana kampanye Pemilu yang meliputi kriteria sumber penerimaan, batasan sumbangan, penjelasan secara spesifik mengenai larangan sumbangan dana kampanye dari pihak asing. Juga aturan mengenai pihak beneficiary ownership atas sumbangan dana kampanye, batasan penggalangan dana publik (fundraising). Baik melalui RKDK maupun non-RKDK,” tandasnya.
Menanggapi temuan PPATK itu, pengamat politik Ujang Komarudin menyebutnya sebagai hal biasa. PPATK dinilai terlambat mengumumkan informasi tersebut. Kecil kemungkinan jika temuan itu dapat ditelusuri lebih lanjut.
Aanya politik uang bukan hanya terjadi pada Pemilu 2019 saja. Ia meyakini, perhelatan pesta demokrasi sebelumnya juga teah diwarnai politik uang. Hanya saja, mencuat ke publik atau diumumkan setelah perhelatan tersebut rampung.
Akademisi Universitas Islam Al Azhar Indonesia ini menyarankan, jika PPATK lebih bersifat pencegahan. Mereka yang sudah dicurigai seharusnya bisa diumumkan saat pemungutan suara belum dilaksanakan. Sehingga lembaga penegak hukum bisa bergerak cepat dan menyelidiki kebenarannya.
“Saya kira ini pasti terjadi. Jangankan penukaran uang asing, pelaporan rekening dana kampanye pun dilaporkan tidak jujur. Yang masuk berapa dan yang dilaporkan berapa,” kata Ujang kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Jumat (13/12).
Terpisah, Deputi Bidang Pemberantasan PPATK Firman Shantyabudi, mengatakan, pihaknya meminta para peserta pemilu untuk mentaati aturan yang ada. Khususnya terkait pelaporan dana kampanye. Menurutnya, berkaca pada penyelenggaraan pemilu yang telah dilakukan, masih ada temuan yaitu belum konsistennya penggunaan rekening dana kampanye.
Selain dana kampanye berbentuk uang, bantuan kampanye saat pemilu sepertisouvenir berbentuk kaos dukungan terhadap peserta pemilu, atau yang lainnya juga perlu diperhatikan berasal dari sumber mana saja. “Agar kelihatan siapa yang berkontribusi terhadap yang bersangkutan. Menyumbang berapa, perorangan berapa, dari korporasi juga berapa. Jadi semua jelas dan transparan,” pungkasnya. (fin)