Lebah Madu Ajak Berpetualang Bersama Buku
PENDIDIKAN. Rumah Baca Lebah Madu menyediakan 600-an buku, untuk memperkuat budaya literasi anak.--
RAKYATCIREBON.ID, MAJALENGKA - Sebagai orang tua yang ingin melihat anaknya tumbuh lebih baik dan tidak mau kecanduan ponsel atau gadget, Ahmad Yanto mulai membuka komunitas rumah baca di tempat tinggalnya yang diberi nama Rumah Baca Lebah Madu.
Rumahnya tidak terlalu jauh dari pusat kota Majalengka. Rumah Baca Lebah Madu berdiri pada April tahun 2019 lalu. Tujuannya sebagai upaya menarik aktivitas anak-anak, agar tidak ketergantungan pada smartphone/gadget atau ponsel cerdas, yang saat ini keberadaannya nyaris tak bisa lepas dari aktivitas keseharian kita.
Pengelola Rumah Baca Lebah Madu Ahmad Yanto atau akrab disapa Kang Yayan mengatakan, awalnya dia hanya prihatin melihat anaknya yang sering memegang handphone. Sehingga untuk mengalihkannya, fia mengarahkan untuk mengajak anaknya baca-baca buku.
"Hanya saja, baca buku itu susah sekali untuk mengajaknya. Saya tidak hanya menyuruh, tapi memberikan contoh baca buku. Tapi yang namanya anak itu susah banget diajaknya. Kemudian saya mulai mengajak teman-teman anak saya yang seumurannya, akhirnya dia mau baca buku karena teman-temannya juga baca buku," ujarnya, Kamis (17/11).
Kang Yayan menambahkan, aktivitas membaca buku di Rumah Baca Lebah Madu bersama anak-anak yang rata rata di atas lima tahun dan anak-anak sekolah dasar itu, kemudian mendapat respon positif dari berbagai kalangan.
Dia pun mendapatkan banyak sumbangan buku gratis. Buku-buku itu dia pajang di sudut bagian rumah tengah di tempat tinggalnya di Lingkungan Sukajaya Kelurahan Cijati Kecamatan Majalengka.
Pemilihan nama komunitas rumah baca ini bukan sembarangan. Nama Lebah Madu berfilosofi suka berpetualang dan suka menebar kebaikan.
"Gampang-gampang susah untuk mengajak anak atau remaja untuk bisa berkumpul dan baca buku. Untungnya jika ada giat outbond atau aktivitas di luar ruangan, anak anak suka saya ajak, dan mereka mau. Setelah itu saya sebarkan buku ke tangan anak-anak, mereka akhirnya membaca bukubdan sejenak melupakan hape," ungkapnya.
Pengelola Rumah Baca Lebah Madu lainnya, Onih mengatakan saat ini jumlah koleksi buku yang ada di Rumah Baca Lebah Madu di kisaran 600-an buku dengan berbagai judul dan genre seperti novel, buku biografi, sejarah, biologi, majalah dan ilmu pengetahuan umum lainnya ada di rumah baca lebah madu ini.
"Alhamdulillah, banyak donatur penyumbang buku. Awalnya kita hanya punya sedikit. Sekarang mah sudah ada 600-an buku," ungkapnya.
Onih menambahkan, saat ini program Rumah Baca Lebah Madu ini lebih pada giat outbond atau aktivitas di luar ruangan. Sambil terus menanamkan aktivitas pentingnya membaca buku. Ponsel yang ada saat ini memang sangat membantu pekerjaan. Hanya saja, perlu dipikirkan tentang batasan-batasannya.
"Yang terpenting jangan sampai, anak-anak kita kecanduan ponsel, kecanduan game online, sehingga lupa pada semuanya. Kadang lupa makan dan minum, itu kan sangat berbahaya. Makanya perlu ada aktivitas lain, salah satunya baca buku, rekreasi yang penuh edukatif, sambil mengenalkan buku-buku referensi mengenai apapun dalam setiap obrolan ketika berkumpul sama anak-anak," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) Kabupaten Majalengka. Sekkretaris Forum TBM, Tata Irawan mengatakan perpustakaan atau rumah baca atau apapun nomenklatur nama komunitas literasi itu masuk dalam kategori Taman Bacaan Masyarakat.
"Pengelola rumah baca ini sifatnya relawan, karena yang namanya mengenalkan buku atau mengenalkan bacaan itu sangat penting kepada anak-anak. Memang betul bahwa anak-anak kita sudah belajar di sekolah, tapi alangkah baiknya ketika di rumah pun kita sebagai orangtuanya tetap mendidik dan mengenalkan pentingnya bacaan berbentuk buku. Buku tak tergantikan oleh ponsel, karena buku itu lebih fokus dan enak dibaca," ujarnya.
Tata menambahkan, buku atau bacaan tak bisa digantikan oleh ponsel cerdas yang selama ini sering dipegang setiap menit. Ponsel yang dibuka dan diaktifkan terlalu silau dan membuat mata menyipit, ketika membaca suatu informasi atau menonton video.
"Nah, disinilah pentingnya aktivitas membaca buku. Bacaan yang tercetak saat ini memang mahal harganya. Tapi kabar baiknya adalah, nyaris semua hal yang berkaitan dengan sejarah, referensi ilmiah, akan lebih mudah dibaca dalam bentuk buku," ujarnya.
Bacaan yang tercetak tidak terganggu oleh mention dan notifikasi-notifikasi atau pemberitahuan pesan masuk. Jadi lebih fokus untuk memahami ilmu dan informasi penting. Ini perlu dikenalkan pada anak-anak sebagai penerus bangsa," ungkap Sekjen Forum TBM Majalengka. (hsn)
Sumber: