RKUHP Disahkan, Kritik dan Kontrol kepada Pemerintah akan Dibatasi

RKUHP Disahkan, Kritik dan Kontrol kepada Pemerintah akan Dibatasi

Menkumham, Yasonna Hamonangan Laoly --

RAKYATCIREBON.ID, JAKARTA - DPR RI akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang dalam rapat Paripurna, Selasa (6/12/2022).

Padahal, sejumlah elemen masyarakat sipil melakukan penolakan terhadap pasal yang dianggap kontroversial.

Salah satu pasal yang dianggap kontroversial itu yakni, Pasal 256 terkait Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi. Hal ini tercantum dalam RKUHP per 30 November 2022.

Pasal tersebut mengatur, setiap orang yang melakukan unjuk rasa tanpa adanya pemberitahuan yang mengganggu kepentingan umum bisa dipidana selama enam bulan penjara.

"Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian tertuang dalam Pasal 256.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti turut mengkritik RKUHP yang akan segera disahkan menjadi UU. Dia menilai, RKUHP terbaru akan merusak tatanan hukum dan demokrasi.

"Jadi yang terjadi adalah kerusakan negara hukum dan demokrasi,” cetus Bivitri.

Bivitri berpendapat, jika RKUHP disahkan, kritik dan kontrol rakyat kepada pemerintah akan dibatasi, bahkan rentan dipidana.

Menurutnya, RKUHP dibuat hanya untuk kenyamanan penguasa, termasuk presiden.

“Iya ini untuk kenyamanan presiden,” sesalnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menuturkan, semua lapisan masyarakat yang tidak sepakat dengan pengesahan RKUHP dipersilahkan untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Yasonna mengatakan, KUHP yang ada saat ini merupakan produk Belanda yang sudah tidak relevan diterapkan di Indonesia.

"Kalau ada perbedaan pendapat sendiri, nanti kalau sudah disahkan, gugat di MK. Itu mekanisme konstitusional,” ucap Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, RKUHP sudah dibahas dengan teliti dan mendapatkan masukan dari publik. Bahkan, RKUHP juga sudah disosialisasikan ke seluruh pelosok negeri.

“Ini udah dibahas dan udah disosialisasikan ke seluruh penjuru Tanah Air, seluruh stakeholder,” ujar Yasonna.

Yasonna menilai wajar, jika masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan revisi KUHP tersebut. Yasonna mengutarakan, seharusnya publik malu sampai saat ini Indonesia memakai hukum Belanda.

“Sudah lebih 63 tahun, malu kita sebagai bangsa memakai hukum Belanda,” pungkas Yasonna. (jpc/fajar/rakcer)

Sumber: