Permintaan Nikah Dini di Kota Cirebon Minim, Calon Pengantin Pilih Nikah Agama Dulu

Permintaan Nikah Dini di Kota Cirebon Minim, Calon Pengantin Pilih Nikah Agama Dulu

--

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Pernikahan memang menjadi sunnah dari kacamata agama Islam. Namun dari kacamata hukum di Indonesia, umur para calon pasangan pun diatur. Harus minimal 19 tahun.

Pengaturan yang dituangkan melalui Undang-undang nomor 16 tahun 2019, tentang perubahan atas UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut pun bukan tanpa dasar. Negara sudah matang-matang mempertimbangkan usia pernikahan dari semua sisi. Mulai dari sisi kesehatan sampai perekonomian.

Namun, bukan berarti di bawah usia yang sudah diatur UU tersebut, dilarang untuk melakukan pernikahan. Mereka tetap bisa, dengan syarat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.

Berbicara mengenai permohonan dispensasi nikah bagi pasangan di bawah umur, untuk di Kota Cirebon, sepanjang tahun 2022, Pengadilan Agama Kota Cirebon mencatat hanya menyetujui, dan menerbitkan 14 permohonan dispensasi nikah.

Bukan angka yang besar memang. Bahkan terjadi penurunan signifikan jika melihat angka dispensasi nikah pada tahun 2021 lalu.

Sebagaimana data yang ditunjukkan Pengadilan Agama Kota Cirebon, permohonan dispensasi nikah yang dikabulkan di tahun 2021, jumlahnya cukup tinggi di angka 55, beberapa kali lipat dibanding 2022.

Namun demikian, Ketua Pengadilan Agama Kota Cirebon, Achmad Cholil menyampaikan, saat ini minimnya data dispensasi nikah yang ada di Pengadilan Agama, tidak menjadi jaminan angka pernikahan di bawah umur juga minim.

"Turunnya angka dispensasi nikah, bukan berarti jumlah pasangan yang menikah di bawah umur sedikit jumlahnya," ungkap Achmad Cholil.

Pasalnya, dijelaskan Cholil, pada satu waktu ia pernah masuk dalam tim peneliti di litbang Mahkamah Agung. Hasilnya menyatakan bahwa jumlah permohonan dispensasi nikah menurun sejak terbitnya Peraturan MA yang mengatur syarat diprosesnya permohonan dispensasi nikah, yang isinya cukup menjadi perbincangan.

Seperti disebutkan Cholil, ada syarat pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan psikologi. Untuk mendapatkan tes tersebut perlu membayar retribusi pelayanan di Dinkes atau rumah sakit. Sedangkan rata-rata yang mengajukan dispensasi nikah adalah kalangan ekonomi bawah.

"Akhirnya mereka lebih memilih tidak ditempuh (memproses dispensasi nikah, red). Lalu perkawinannya tidak tercatat," jelas Cholil.

Contoh lain, disebutkan Cholil, sepanjang tahun 2021, di daerah Lombok tidak ada satupun yang mengajukan dispensasi nikah. Padahal pada tahun sebelumnya permohonan dispensasi nikah di sana cukup tinggi. Sehingga disinyalir mereka lebih memilih tidak mengajukannya.

"Setelah diteliti, ternyata sebabnya adalah faktor ketidakmauan untuk menempuh syarat-syarat sesuai Peraturan MA tadi," lanjut Cholil.

Berkaca dari fenomena yang ia sebutkan, kata Cholil, untuk di Kota Cirebon, ia juga memperkirakan masih ada pasangan di bawah umur yang melangsungkan pernikahan. Namun tanpa menempuh dispensasi nikah. Dan lebih memilih tetap menikah hanya secara agama.

Hal tersebut terlihat dari banyaknya permintaan sidang isbat nikah, yang memang diperuntukkan bagi mereka yang nikahnya belum tercatat.

Ditambahkan Cholil, implikasi hukum dari catatan pernikahan sendiri sangat penting. Pernikahan yang tercatat secara sah dalam hukum negara, masing-masing pasangan suami istri akan memperoleh hak dan kewajibannya secara hukum. Terutama hak bagi kaum perempuan di dalam ikatan pernikahan tersebut.

"Mungkin di lapangan banyak yang tidak melalui dispensasi. Nanti ketahuannya beberapa tahun kemudian. Akan banyak yang minta untuk isbat nikah. Karena untuk keperluan administrasi. Anak perlu akta kelahiran, untuk sekolah dan lain-lain," imbuh dia. (sep)

Sumber: