Berawal dari Anting Emas Warga Auku Arawak, Arogansi Columbus hingga Fatwa 3G Bumi Terbelah Dua

Berawal dari Anting Emas Warga Auku Arawak, Arogansi Columbus hingga Fatwa 3G Bumi Terbelah Dua

Christopher Columbus (Sumber: Commons Wikimedia)--

RAKYATCIREBON.ID-Ketika itu, tanggal 3 Agustus 1492, penjelajah Italia, Christopher Columbus  ditugaskan memimpin armada untuk berlayar menjelajahi samudera demi menemukan dunia baru.

Lokasi pertama yang ditemukan dan disambangi armada Colombus adalah San Salvador (Bahama), di benua Amerika. Warga lokal pulau tersebut menyambut tamunya. Akan tetapi, perlakuan Columbus malah sebaliknya.

Kepulauan yang pertama kali ia jajaki dalam petualangan mencari Dunia Baru (New World) itu ia namai San Salvador (kini bernama Bahama). Tak begitu jelas di pulau mana persisnya ia dan awak kapal Nina, Pinta, dan Santa Maria mendarat. Namun teori mayoritas sejarawan mengerucut ke tiga pulau: San Salvador, Samana Cay, atau Plana Cay.

Orang-orang lokal menyambut rombongan kaum kulit putih yang memulai pelayaran sejak 3 Agustus 1492 dari Kota Palos de la Frontera, Spanyol bagian Selatan itu, dengan hangat dan bersahabat. Peristiwa bersejarah tersebut terutama melibatkan orang-orang Suku Lucayan, Taino, dan Arawak sebagai penghuni asli pulau-pulau di Karibia.

Namun Columbus justru menampakkan sikap asli seorang kolonialis Eropa yang haus harta. Melihat beberapa orang lokal mengenakan anting emas, Columbus kemudian menyandera salah satu anggota Auku Arawak dan memaksanya untuk menunjukkan di mana orang setempat menambang emas.

Demikian catatan Patrick Murphy dan Ray Coye dalam Mutiny and Its Bounty terungkap sikap arogan Columbus dan rombongannya terhadap rakyat di kepulauan itu.

Dalam buku Principles of Political Geography (1957) yang ditulis oleh Weigert dan W. Hans, disebutkan bahwa pada 7 Juni 1494 disepakati Perjanjian Tordesilas oleh Portugis dan Spanyol.

Perjanjian ini merupakan kesepakatan pembagian dunia antara dua kerajaan Katolik di Eropa paling berpengaruh saat itu, yakni Portugis dan Spanyol. Kerajaan Portugis menguasai dunia timur, sedangkan Kerajaan Spanyol menguasai dunia barat, yang ditentukan lewat perhitungan khusus.

Perjanjian Tordesilas sebenarnya merupakan gagasan Paus Alexander VI dari Vatikan sebagai solusi atas persaingan dua kerajaan Katolik itu. Ia mengeluarkan kebijakan atau fatwa gold, glory, dan gospel alias 3G.

Dengan demikian, tujuan Portugis dan Spanyol melakukan penjelajahan samudera, pertama, kekayaan (gold), berarti keinginan memperoleh kekayaan di wilayah-wilayah baru yang ditemukan. Kekayaan yang dieksploitasi dari wilayah-wilayah baru itu kemudian digunakan untuk kepentingan kerajaan/negara imperialis seperti Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Perancis dan lainnya.

Kedua, Kejayaan (glory), sebagai kejayaan atau lebih rinci lagi memperoleh wilayah jajahan untuk dikuasai melalui penjelajahan samudera. Maka, negara-negara imperialis Barat pernah memiliki banyak wilayah koloni di berbagai belahan dunia.

Dilansir laman Encyclopedia, glory artinya yaitu kejayaan yang diinginkan oleh para petinggi kerajaan katolik, baik itu Spanyol maupun Portugis. Kedua bangsa itu saling bersaing untuk memperoleh wilayah jajahan dan menancapkan pengaruh di kawasan yang mereka jelajahi, serta kehormatan di kalangan bangsa Eropa sendiri.

Ketiga, mengusung misi menyebarkan agama (gospel). Misi Jesuit mewajibkan tugas suci pengabaran injil perlu dilakukan di mana pun, demikian yang ditulis Usman Nomay melalui artikel berjudul "Portugis dan Misi Kristenisasi di Ternate” dalam jurnal Fikrah (Volume 2, Juni 2014).

Dengan demikian, gospel adalah misi agama atau misionaris. Selain untuk mendapatkan kekayaan dan kejayaan di tempat-tempat baru yang ditemukan, bangsa-bangsa imperialis juga menyebarkan agamanya di wilayah-wilayah anyar tersebut.

Sumber: