Investor Marah, Tak Tertarik Berinvestasi Ulah Si Mafia Tanah
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh menilai keberadaan mafia tanah menghambat pembangunan investasi. FOTO : IST/RAKYAT CIREBON--
RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Mafia tanah membuat resah. Merugikan para petani dan investor yang ingin berinvestasi. Mereka memainkan peran signifikan dalam menentukan harga jual beli tanah di kawasan industri. Sampai ada yang mempraktikkan taktik curang dalam transaksi jual beli lahan.
Tak sedikit calon investor dibuat marah. Puncaknya sampai balik kanan tidak mau berinvestasi di kawasan industri yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. Keberadaan Mafia tanah, sudah menghambat pertumbuhan investasi.
"Kehadiran Mafia tanah di Kabupaten Cirebon meresahkan, mereka sebagai penghambat utama pertumbuhan investasi," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Cirebon, Asep Sholeh, Kamis 6 Juni 2024.
Dia menjelaskan salah satu praktik curang yang dilakukan Mafia tanah. petani hanya diberi DP dan diikat dengan PPJB, sehingga investor kesulitan memperoleh tanah langsung dari petani.
"Setelah tanah berada di bawah kuasa mafia, harganya melambung tinggi, mempersulit investor untuk berinvestasi di Kabupaten Cirebon," katanya.
Dampaknya, banyak investor yang memilih untuk beralih ke daerah lain, seperti Brebes dan Majalengka, untuk berinvestasi. Itu artinya merugikan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat pengangguran di Kabupaten Cirebon.
"Kondisi ini mempersulit APINDO dalam mengajak investor datang ke Kabupaten Cirebon, baik yang bergerak dalam sektor padat modal maupun padat karya," katanya.
Asep juga menjelaskan bagaimana para Mafia tanah membebani petani dengan memberikan DP yang rendah tanpa jaminan pembayaran lanjutan yang jelas.
"Para petani hanya diberi DP tanpa kejelasan. Ketika ada pembeli langsung, mafia ini memotong dan mengklaim kepemilikan tanah melalui DP atau PPJB," ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Asep mendesak pemerintah desa, pemerintah Kabupaten Cirebon, dan penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para Mafia tanah yang kebanyakan bukan merupakan penduduk asli Cirebon.
"Pertumbuhan investasi akan terhambat apabila masalah ini tidak ditangani dengan serius," tegas Asep.
Dia juga menyinggung bahwa keluhan mengenai Mafia tanah ini mayoritas berasal dari wilayah Cirebon Timur. "Hampir puluhan investor sudah mengeluh dan ada yang sudah pindah ke daerah lain karena harga tanah di sana lebih bersahabat," ungkapnya.
Asep juga memberikan contoh kasus di Desa Gebangudik, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Disana terjadi perselisihan antara investor dan Mafia tanah. Misalnya, kata dia DP Rp 25 juta untuk tanah hektaran yang per meternya kisaran Rp 100 ribu.
" Tapi harganya bisa naik sampai Rp 700 ribu karena dimainkan oleh Mafia tanah," ungkapnya.
Ketika petani memutuskan untuk menjual lahannya secara langsung kepada investor, Mafia tanah yang telah membayar DP meminta ganti rugi dengan jumlah yang tidak masuk akal berdasarkan PPJB. "Mereka menuntut ganti rugi hingga ratusan juta," katanya.
APINDO berharap ada langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten dan DPRD untuk mengatasi permasalahan ini. "Kami memerlukan investigasi lebih lanjut dan perlu mengetahui di mana saja para Mafia tanah ini beroperasi," pungkasnya. (zen)
Sumber: