Krisis Iklim Ancaman Nyata Bagi Kesehatan Masyarakat

Krisis Iklim Ancaman Nyata Bagi Kesehatan Masyarakat

KOMPAK. Kebumi dan GreenFaith Indonesia menggelar seminar, kemarin (21/12). FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON – Perubahan iklim kini tak hanya soal lingkungan, tetapi juga ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat. Mulai dari gangguan pernapasan hingga penyakit akibat suhu ekstrem, dampaknya semakin dirasakan sehari-hari.

Menjawab tantangan ini, KEBUMI dan GreenFaith Indonesia menggandeng Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Muhammadiyah Jawa Barat serta RSU Universitas Muhammadiyah Cirebon untuk menggelar seminar bertema “Health Sustainability, Climate Crisis & Clean Energy Transition” di Cirebon, kemarin (21/12).

BACA JUGA:Iropin dan Kebumi Prioritaskan Warga dengan Gangguan Penglihatan Berat

Direktur RSU Universitas Muhammadiyah Cirebon, dr Asad Suyudi, mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman serius. Islam, kata dia telah mengajarkan bawah menjaga kesehatan dan lingkungan adalah bagian dari iman.

"Tentunya rumah sakit harus memimpin mitigasi perubahan iklim dengan pengelolaan energi dan limbah yang berkelanjutan,” ujarnya.

BACA JUGA:DPRD Terima Aspirasi Buruh terkait UMSK 2025

Hal senada disampaikan dr Suherman dari Indonesian Health Promoting Hospitals Network (IHPH-Net). Ia menyebut rumah sakit berperan penting sebagai agen perubahan. “Konsep Green Hospital tak hanya mengurangi dampak lingkungan, tapi juga mengedukasi masyarakat menghadapi krisis iklim,” katanya.

Kabid Peningkatan Kapasitas dan Pemulihan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, Fifi Erneti, menyoroti dampak pencemaran udara akibat PLTU batu bara hingga limbah rumah tangga yang mencapai 1.200 ton per hari terhadap kesehatan.

BACA JUGA:Pihak Suradi dan PT Pelni Tandatangani Perjanjian Damai

“Polusi udara memperburuk kualitas hidup masyarakat. Gerakan peduli lingkungan harus menjadi budaya bersama,” tegasnya.

Sementara itu, Project Manager for Health & Environment Advocacy KEBUMI, Ricka Ayu Virga Ningrum, memaparkan bahwa kualitas udara di sekitar PLTU sering melewati batas aman. Hasil pengukuran kualitas udara di sekitar PLTU Cirebon yang dilakukan melalui alat Air Monitor.

BACA JUGA:Jelang Nataru, Dishub dan Polresta Cirebon Periksa Angkutan Umum

"Data menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 sering kali melebihi batas aman yang ditetapkan BMKG, terutama pada sore hari. Selain itu, tingkat CO2 juga mendekati batas paparan yang diizinkan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA)," katanya.

“Pemantauan ini menjadi langkah penting untuk menyediakan data berbasis bukti sebagai dasar advokasi kepada pemerintah. Dengan data ini, kita bisa mendorong kebijakan yang mendukung lingkungan sehat dan mempercepat transisi energi terbarukan,” lanjutnya.

BACA JUGA:Peringati Hari Ibu, Pemkab Cirebon Gelar Beragam Kegiatan untuk Pemberdayaan Perempuan

Data ini juga memperkuat temuan WALHI Jawa Barat yang menyebutkan bahwa pencemaran udara dari PLTU telah menyebabkan gangguan kesehatan serius dan kerusakan ekosistem laut.

Parid Ridwanuddin dari GreenFaith Indonesia menekankan bahwa transisi energi bersih adalah tanggung jawab moral. “Islam mengajarkan pencegahan kerusakan sebagai prioritas. Transisi energi berkeadilan adalah langkah wajib untuk menjaga keberlanjutan hidup,” ujarnya.

BACA JUGA:DPRD Sahkan Perda KLA dan Tatib DPRD

Seminar ini menjadi pengingat bahwa kolaborasi lintas sektor adalah kunci menjawab krisis iklim. Dengan melibatkan tenaga kesehatan, pemerintah, dan aktivis lingkungan, Cirebon diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain menuju masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan. (zen)

Sumber: