Nyanyian Kuasa Hukum Tersangka Gunung Kuda, Yudia: Siap Buka-Bukaan

TEGASKAN. Kuasa Hukum AK, Yudi Aliyudin (tengah) siap buka-bukaan terkait siapa saja yang terlibat dalam perizinan pertambangan Gunung Kuda. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--
CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Proses hukum atas insiden longsor di area tambang Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, menuai sorotan. Kuasa hukum tersangka AK, Yudi Aliyudin SH, menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dilihat secara parsial.
Ia mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh pemangku kebijakan yang terlibat dalam proses perizinan tambang. Pihaknya siap buka-bukaan.
Menurut Yudi, perizinan tambang Gunung Kuda tidak dilakukan secara sembarangan. Ia menegaskan, semua prosedur telah dilalui dengan melibatkan instansi dan lembaga negara.
Mulai dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat, Dinas ESDM Jabar, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Tidak mungkin izin itu terbit begitu saja tanpa proses formal. Kalau sekarang ada insiden, kenapa hanya dua orang dijadikan tersangka? Padahal yang menerbitkan izin, memberikan rekomendasi, hingga yang seharusnya melakukan pengawasan, juga harus bertanggung jawab,” ujar Yudi, Selasa (17/6).
Ia bahkan menyebut bahwa Gubernur Jawa Barat pernah mengakui adanya kelalaian dari sisi pengawasan. Hal itu, menurut Yudi, seharusnya menjadi dasar untuk memeriksa pejabat-pejabat lain yang terkait.
Lebih jauh, Yudi menyoroti peran tambang Gunung Kuda dalam mendukung sejumlah proyek nasional. Seperti pembangunan Tol Palikanci dan Pelabuhan Patimban. “Material dari sana digunakan untuk proyek-proyek besar, tapi saat ada musibah, negara terkesan lepas tangan,” katanya.
Yudi juga menekankan bahwa tambang tersebut beroperasi dalam skema tambang rakyat, yang menjadi sumber penghidupan bagi ribuan warga sekitar. Sementara, kliennya, di jerat dengan UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Padahal korban yang meninggal bukan pekerja tambang, melainkan masyarakat. Ini harus dilihat lebih jernih,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan penanganan area tambang pasca-kejadian. Menurutnya, empat bulan sebelum insiden terjadi, sempat ada garis polisi di lokasi. Namun, garis itu tiba-tiba hilang dan aktivitas kembali berjalan.
“Kami pun tak tahu siapa yang memasang atau mencabut police line tersebut,” ungkapnya.
Yudi menyesalkan bahwa proses penetapan tersangka terhadap kliennya dilakukan dengan cepat, tanpa mengusut secara tuntas rantai kewenangan dan tanggung jawab. Ia berharap kasus ini ditangani secara transparan dan adil.
“Kalau memang klien kami bersalah, kami akan bertanggung jawab. Tapi tolong jangan berhenti di dua orang. Periksa juga ESDM, Perhutani, dan semua pihak terkait. Buka semuanya, jangan tebang pilih,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa sebagian besar keuntungan dari aktivitas tambang digunakan untuk kepentingan operasional pesantren yang dikelola kliennya.
“Sisanya untuk operasional dan kegiatan sosial lainnya. Bahkan pajak yang kami bayarkan juga jelas, melalui Dispenda. Semua bisa kami buktikan,” pungkasnya. (zen)
Sumber: