Situs Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya Terlupakan, Komisi IV: Ini Jadi Atensi !

Situs Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya Terlupakan, Komisi IV: Ini Jadi Atensi !

PASTIKAN. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Muchyidin mengaku segera menindaklanjuti persoalan Situs Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.IDSitus Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya yang terletak di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, tengah menjadi sorotan. Pasalnya, statusnya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh pemerintah provinsi namun, luput dari perhatian pemangku kebijakan.

Padahal, kegiatannya setiap tahun selalu ada. Menjadi agenda tahunan. Ramai dikunjungi warga. Ada prosesi sakral pengangkatan batang kayu keramat. Namanya Buyut Kayu Perbatang. Rutin dilaksanakan setiap tanggal 19 Rabiulawal.

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, H Muchyidin SSos, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti kondisi tersebut. Ia mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala, sehingga perhatian belum bisa optimal.

“Yang pasti, ini nanti akan kita tindak lanjuti. Sudah jadi atensi kami,” ujarnya saat ditemui beberapa waktu lalu.

Politisi PDIP itu mengaku akan menindaklanjuti dalam rapat komisi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). "Ya, nanti kita bahas ketika ada kesempatan rapat resmi bersama Disbudpar," katanya.

Sebelumnya juru Kunci Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya, R Suparja, mengaku telah merawat situs tersebut selama puluhan tahun secara turun-temurun, dengan dana pribadi serta gotong royong warga.

Sayangnya keberpihakan pemerintah daerah masih minim. Khususnya dalam hal pendanaan dan pelestarian.

“Kami sudah merawat ini secara turun-temurun, dengan dana pribadi dan gotong royong warga. Tapi justru pemerintah sering mengutamakan yang baru-baru, yang cuma datang saat acara besar tanpa tahu sejarahnya,” tegasnya.

Situs Balong Tuk Pangeran Mancur Jaya memiliki nilai historis dan spiritual yang tinggi bagi masyarakat setempat. Setiap tahun, tempat ini menjadi pusat kegiatan budaya, khususnya saat tradisi Muludan. Salah satu ritual khas yang dilakukan adalah memandikan dan mengganti kain kafan Kayu Mati Buyut Perbatang.

Lebih dari 50 sanggar seni lokal turut ambil bagian dalam perayaan tersebut. Namun, sebagian besar pembiayaan kegiatan masih ditanggung secara swadaya oleh masyarakat. Tak jarang, panitia bahkan harus menggadaikan barang pribadi demi kelangsungan acara.

“Katanya bantuan dari pusat ratusan juta, tapi yang kami terima hanya lima atau sepuluh juta. Sisanya ke mana? Kami tidak pernah tahu. Tidak ada transparansi,” ungkapnya.

Ironisnya, dua tahun terakhir situs ini hanya mendapat dukungan dari pemerintah desa. Tidak ada bantuan langsung dari pemerintah kabupaten, apalagi dari tingkat provinsi. Ia menilai perhatian para pejabat hanya muncul saat masa kampanye.

“Waktu nyalon, mereka datang semua. Tapi setelah menang, kami dilupakan. Kami ini cuma dipakai buat seremonial,” katanya kecewa.

Ia pun berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Bupati dan anggota DPRD, benar-benar menunjukkan keberpihakan konkret terhadap pelaku budaya lokal.

“Kalau memang niat membantu, jangan lewat lembaga perantara. Langsung ke kami, ke juru kunci, ke pemangku adat. Jangan sampai warisan budaya seperti ini hanya dijadikan simbol tanpa perawatan,” tegasnya. (zen)

Sumber: