Gabah Dihargai Rp4 Ribu/Kg, Musim Rendeng Ini Petani Ngaku Rugi Banyak

Gabah Dihargai Rp4 Ribu/Kg, Musim Rendeng Ini Petani Ngaku Rugi Banyak

MAJALENGKA - Para petani di Majalengka mengeluh panen musim rendeng tahun ini rugi akibat harga anjlok, bahkan tidak laku dijual karena kondisi gabah hitam terkena banjir, alasan perusahaan penggilingan dan cukong sulit menjual beras.

Padahal biaya produksi tahun ini cukup mahal karena sempat terjadi kelangkaan pupuk sehingga para petani terpaksa menggunakan pupuk non subsidi dengan harga Rp600.000 per kw.

H Tinggal dan istrinya Hj Nuri petani di Desa Pagandon, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka mengatakan, harga gabah musim rendeng tahun ini jauh lebih murah dibanding tahun lalu di periode yang sama.

Jika tahun lalu harga Gabah Kering Pungut bisa mencapai Rp4.000 per kg tahun ini hanya Rp3.100 saja dan Gabah Kering Giling saat ini hanya Rp400.000 per kw sedangkan tahun lalu lebih mahal Rp60.000 .

“Malah katanya sekarang pemerintah impor beras, saat petani panen. Atuh harga gabah petani tambah murah,” ungkap Tinggal.

Tinggal mengatakan, panen tahun ini anjlok karena terendam banjir, kualitas juga rendah serta pemupukan juga tidak maksimal karena disaat tanaman butuh pemupukan, justru pupuk langka.

Dari satu hektare sawah yang biasanya diperoleh hingga 4,2 ton, tahun ini paling hanya diperoleh 3 ton. Padahal biaya garap dan pupuk cukup mahal

Dia merinci, biaya traktor sawah untuk satu hektar mencapai Rp1,4 juta, ongkos menyiangi sebanyak 10 orang dengan upah Rp500.000, pupuk urea, za dan ponska hampir mencapai Rp1,5 juta karena pupuk yang dibeli adalah non subsidi.

Itu belum ditambah pestisida, ongkos mencangkul pematang saat menggarap serta bibit padi. Juga sewa lahan tahun ini Rp15 juta per hektar. “Kalau dipikir-pikir ya habis,” katanya.

Hal senada disampaikan Yono petani lainnya yang menggarap lahan seluas 125 bata. Namun dirinya menggarap sawah sendiri serta menyiangi dan mencangkul dilakukan sendiri untuk menghemat biaya.

“Nyawah itung-itung manjangkeun pare jang emam (Itung-itung menyambung makan),” ungkap Yono.

Enon yang juga menyewa lahan bengkok seluas 2 bau atau 1,3 hektar tahun ini hanya memperoleh gabah sebanyak 3,8 tonan, biasanya diperoleh hingga 5 ton lebih setelah dikurangi ongkos panen.

Hasil panen sebanyak itu diperkirakan hanya mampu menutupi modal yang telah dikeluarkan, namun tidak bisa mencicil sewa lahan.

Aep petani di Desa Panyingkiran, Kecamatan Jatitujuh malah kini kesulitan mencari butuh panen, sementara kondisi padi saatnya dipanen.

Sumber: