Selly Utus DLH Yakinkan Masyarakat Desa Palimanan Barat

Selly Utus DLH Yakinkan Masyarakat Desa Palimanan Barat

CIREBON - Setelah melakukan rapat terbatas dengan komunitas penggiat lingkungan, Pemerintah Kabupaten Cirebon kembali menggelar rapat. Kali ini giliran civitas akademika yang diundang bersama dengan semua dinas yang berkaitan dengan persoalan sosial, budaya, kesehatan dan lingkungan. Masih sama seperti sebelumnya, rapat ini juga membahas persoalan-persoalan daerah seperti infrastruktur, sampah dan sosial ekonomi. Pemerintah mengharapkan peran dari akademisi dalam hal penanggulangan dan pengelolaan sampah. Sebab perguruan tinggi dinilai memiliki teknologi, teori dan keahlian di bidang itu. “Kami mengundang rekan-rekan dari perguruan tinggi yang ada di Kabupaten dan Kota Cirebon. Saya buka semua persoalan yang kami hadapi saat ini, kita ajak civitas akademika untuk sama-sama berbagi peran,” tutur Plt Bupati Cirebon, Selly Andriyani Gantina, Selasa (24/3). Menurut Selly, kegiatan ini merupakan bagian dari pada progres dari upaya menyelesaikan persoalan sampah yang saat ini masuk kategori darurat. “Ini progres yang kami lakukan, setelah ini kita juga akan bertemu dengan warga yang menolak dan tidak di Desa Palimanan Barat. Saya menugaskan kepala DLH untuk hadir memberikan pemahaman kepada warga di sana,” sambungnya. Status darurat ini terhitung sejak ditandatanganinya surat pernyataan yang sedang dibuat Dinas Lingkugan Hidup (DLH). Dan akan berlangsung hingga sekitar 6 bulan kedepan, karena membutuhkan waktu cukup lama untuk menyiapkan segala sesuatunya sampai benar-benar bisa difungsikan. “Saat ini masih kita upayakan agar di Palimanan Barat bisa dipakai. Selain itu TPA Gunungsantri juga kita akan buka komunikasi lagi. Mudah-mudahan bisa difungsikan kembali,” ucap kader PDI Perjuangan itu. Lebih lanjut disampaikan Selly, jika TPA Gunungsantri dibuka kembali pihaknya akan mengganti pengelola. Sebab tidak sesuai dengan aturan yang ada, yang seharusnya menggunakan sistem sanitary landfield malah menggunakan sistem open dumping. “Perlu diakui kenapa Gunungsantri ditutup itu akibat kesalahan pemerintah. Yang tidak mempedulikan masyarakat sekitar, pengelolaanya juga salah. Maka kita akan ganti pengelolanya,” tegasnya. Sementara itu Kepala Bidang Sosial dan Budaya pada Bapelitbangda, Agung Gumilang menyampaikan, pernyataan darurat sampah adalah sebuah statement yang didasari oleh kondisi yang abnormal. “Karena abnormal maka perlu ada perlakuan khusus. Baik dari segi pendanaan maupun pembangunannya,” terangnya. Dengan berstatus darurat, semua pihak harus ikut membantu. Pendanaan misalnya bukan saja dibebankan pada daerah tapi juga pemerintah provinsi dan pusat. “Sisi penganggarannya juga bisa menggunakan mekanisme darurat. Anggaran tak terduga itu bisa dipakai misal untuk membantu pembangunan TPA,” tandasnya. Saat ini menurut Agung, masih ada peluang untuk komunikasi dengan warga Desa Palimanan Barat. Peluang ini harus bisa dimanfaatkan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat setempat. Pemerintah harus mampu meyakinkan bahwa pengelolaan sampah di sana itu tidak akan mengganggu masyarakat. “Mudah-mudahan masih bisa dimungkinkan. Nanti kan pemerintah bertemu dengan masyarakat malam ini (kemarin malam, red) saya harap ada solusi,” harap Agung. Masih disampaikan Agung, sekalipun di Palimanan Barat itu diizinkan oleh warga, namun apakah bisa menampung semua sampah di Kabupaten Cirebon. Mengingat lokasi di Palbar tidak seluas di TPA Ciledug. “Setahu saya itu di bawah TPA Ciledug kekuatan menampung volume sampahnya. Idealnya memang tiga titik di Tengah, Timur dan Barat. Sudah ada lokasinya berdasarkan informasi dari DLH. Tapi masih menunggu hasil revisi Perda RTRW, kalau sudah oke bisa langsung eksekusi,” imbuhnya. (ari)  

Sumber: